Ironi Negeri: Antara Kesulitan Pangan dan Penghambur-hamburan Pangan
Bayangkan suasana di sejumlah wilayah Sumatera pasca banjir bandang. Di sana, korban masih berjuang. Mereka berjibaku dengan keterbatasan yang nyata, di mana mi instan jadi santapan berhari-hari untuk balita dan anak-anak. Sementara itu, bantuan logistik dan dapur umum belum juga bisa menjangkau semua titik yang membutuhkan. Situasinya memang memprihatinkan.
Namun begitu, di sisi lain negeri ini, ada sebuah ironi yang terpampang jelas dan sulit untuk diabaikan. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi siswa ternyata tetap berjalan meski sekolah sedang libur. Makanan dibagikan dalam bentuk kering, dirapel untuk beberapa hari ke depan. Seolah-olah program ini tak boleh berhenti, walau konteksnya sudah berubah total.
Keanehannya jelas: kalau anak-anak libur, kenapa programnya tidak ikut libur juga?
Alasan-alasan teknis yang dikeluarkan terdengar dipaksakan. Seperti ada upaya untuk memastikan anggaran terserap dan catatan program tetap "berjalan". Bahkan, menurut sejumlah saksi, muncul situasi di mana anak atau orang tua harus datang ke sekolah di masa libur hanya untuk mengambil paket MBG itu meski dikatakan tidak wajib. Rasanya janggal, bukan?
Ini bukan soal anak-anak yang menerima makanan.
Artikel Terkait
Orang Tua Pelaku Serangan Metro Taipei Berlutut dan Minta Maaf
Gus Aam Serukan PBNU Teguh Hadapi Tekanan, Tolak Musyawarah Kubro
Kuota Angkutan Motor Gratis KAI Masih Longgar, Baru 41% yang Terisi
Kalbar Siapkan Diri Jadi Tuan Rumah Pelatihan Kepemimpinan Nasional