Wacana Pilkada Lewat DPRD Kembali Menguat, Ini Kata Pengamat
Gelombang evaluasi terhadap pilkada langsung membawa kembali sebuah wacana lama ke permukaan: pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Bukan tanpa alasan. Banyak yang mulai lelah dengan persoalan berulang yang muncul setiap kali hajatan demokrasi langsung digelar. Menanggapi hal ini, pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah bersuara. Ia menegaskan, metode lewat DPRD itu sebenarnya punya pijakan konstitusi yang kuat dan bisa jadi jawaban atas borosnya biaya serta maraknya transaksi politik.
Amir merujuk pada Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Bunyinya, gubernur, bupati, dan wali kota “dipilih secara demokratis”. Titik. Tidak ada rincian lebih lanjut soal harus langsung atau tidak.
Begitu penegasan Amir Hamzah dalam keterangannya, Selasa (23/12/2025).
Di sisi lain, ia melihat pilkada langsung justru menimbulkan masalah pelik. Soal biaya, misalnya. Anggaran negara untuk satu kali pilkada bisa menelan triliunan rupiah. Itu belum termasuk dana raksasa yang harus dikeluarkan masing-masing kandidat untuk kampanye.
katanya.
Efek berantainya pun tak main-main. Praktik balas budi politik setelah seorang kepala daerah terpilih kerap terjadi. Alhasil, kebijakan yang lahir bisa jadi tidak pro-rakyat dan malah membuka pintu korupsi di daerah.
Lalu, bagaimana dengan sistem lewat DPRD? Menurut Amir, jauh lebih efisien. Prosesnya lebih sederhana karena melibatkan jumlah orang yang terbatas. Logistiknya tak serumit pilkada langsung, anggarannya pun lebih hemat.
Artikel Terkait
Makan Bergizi Gratis Tetap Jalan Saat Libur: Proyek atau Kepedulian?
Sidang Nadiem Tertunda Lagi, Kesehatan Jadi Alasan
Vaksin HPV Tak Lagi Eksklusif untuk Perempuan, Pria Jadi Sasaran Baru
Tongkat Komando Kodim Mimika Beralih ke Tangan Letkol Inf Redi