Sesar Lembang: Antara Ancaman Nyata dan Kesiapsiagaan yang Diabaikan

- Selasa, 23 Desember 2025 | 06:50 WIB
Sesar Lembang: Antara Ancaman Nyata dan Kesiapsiagaan yang Diabaikan

JAKARTA Di balik pemandangan indah Lembang dan Bandung Barat, tersembunyi sebuah fakta geologis yang kerap jadi bahan perbincangan hangat: Sesar Lembang. Ini adalah patahan geser aktif yang membentang sekitar 29 kilometer, dari Padalarang hingga ke Jatinangor. Jalurnya bertemu dengan Sesar Cimandiri di Padalarang. Intinya, wilayah ini memang hidup di atas tanah yang dinamis.

Belakangan, obrolan soal potensi gempa besar di Bandung Raya makin riuh. Dari grup WhatsApp keluarga hingga linimasa media sosial, isu ini memicu campuran rasa khawatir dan penasaran. Memang, secara ilmiah, ancaman itu nyata. Tapi benarkah bencana akan datang dalam hitungan waktu? Pertanyaan itu menggantung, menciptakan kegelisahan yang samar-samar.

Menurut T. Bachtiar, seorang ahli yang sering membahas Sesar Lembang, patahan ini adalah ancaman senyap yang perlu dipahami, bukan ditakuti secara berlebihan. Dia menjelaskan, sesar aktif sepanjang 29 km ini punya potensi memicu gempa dengan magnitudo 6.5 hingga 7.

Yang membuatnya perlu diwaspadai adalah siklus pelepasan energinya. Gempa besar terakhir diperkirakan terjadi sekitar abad ke-15. Artinya, rentang waktu yang sudah cukup lama, membuat energi terakumulasi.

Dalam tulisannya, Bachtiar mendeskripsikan Sesar Lembang sebagai rangkaian perbukitan selebar 300 meter, membentang 22 km dari Palasari ke Cisarua. Keaktifannya jelas, karena tercatat bergerak dalam kurun Holosen 10.000 tahun terakhir.

Lalu, bagaimana sesar ini terbentuk?

Penelitian Pretty Rosanawita di ITB (2013) mengungkap, Sesar Lembang terbagi dua. Bagian timur lebih tua, terbentuk 200.000–180.000 tahun lalu akibat aktivitas Gunung Sunda purba. Sementara bagian barat lebih muda, umurnya sekitar 62.000–24.000 tahun, terkait erat dengan vulkanisme Gunung Tangkuban Parahu.

Mekanisme pembentukannya sama: runtuhnya dinding kaldera atau circumferential dike. Runtuhan besar inilah yang akhirnya menciptakan patahan yang membelah bentang alam Jawa Barat hingga sekarang, sekaligus jadi sumber potensi guncangan.


Halaman:

Komentar