Begitu kira-kira argumen yang bisa diajukan lawan. Tapi Refly bersiasat. Dengan cukup lihai, ia beralasan bahwa pernyataan kliennya itu berbasis penelitian ilmiah. Dan itu bagian dari kebebasan berpendapat yang dilindungi Konstitusi.
Kehadiran Refly setelah sebelumnya Denny Indrayana memang menguatkan posisi RRT. Di sisi lain, ini juga memperjelas satu hal: posisi mereka sedang tidak baik-baik saja. Bahkan bisa dibilang, semakin tersudut.
Tapi ya, wajar saja. Lawan mereka adalah Jokowi, mantan presiden dua periode. Kapolri pun masih orang yang sama, yang dulu dilantiknya. Butuh keajaiban bagi RRT untuk selamat, apalagi menang.
Refly punya tesis sendiri. Ia menyebut Polri dan KPK masih dikuasai "tangan-tangan" Jokowi. Informasi ini, klaimnya, justru ia dapat dari orang dalam lingkaran istana.
Entah benar atau tidak, semua orang bisa menilainya sendiri di lapangan.
Yang menarik, baik Refly Harun maupun Denny Indrayana adalah alumni UGM. Begitu juga dengan RRT. Dan Jokowi sendiri. Dulu mereka mungkin saling dukung, saling banggakan sebagai satu almamater. Kini? Justru saling berhadapan, saling menjatuhkan.
(Direktur ABC Riset & Consulting)
Artikel Terkait
Indonesia Serukan Jalan Damai di Tengah Ketegangan Kamboja-Thailand
Polresta Yogyakarta Kerahkan Personel Amankan 71 Gereja Jelang Natal
Kapolsek Diganti Usai Tersangka Narkoba Kabur ke Sumbar
Gempa 6,5 Magnitudo Guncang Papua Nugini, Tak Berpotensi Tsunami