Oleh: Erizal
Refly Harun memutuskan turun gunung. Kali ini, bukan cuma sebagai aktivis atau YouTuber, tapi langsung sebagai kuasa hukum. Kliennya? Roy Suryo dan kawan-kawan yang belakangan disingkat RRT (Roy, Rismon, Tifa) dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi.
Namun begitu, perannya terbatas. Ia hanya membela klaster kedua, RRT itu. Sementara klaster pertama, yang diisi Eggi Sudjana dan empat tersangka lain, tampaknya ditangani berbeda.
Pembagian kuasa hukum yang mulai rumit ini memunculkan dugaan. Ada yang bilang kedua klaster ini sudah pecah. Sebelum pembelaan dimulai, selalu ada klarifikasi-kalarifikasi dulu. Situasinya makin runyam.
Gelar Perkara Khusus di Polda Metro Jaya kemarin semakin menguatkan kesan perpecahan itu. Klaster RRT solid menyebut ijazah itu palsu. Tapi dari klaster Eggi Sudjana, mulai ada suara yang bilang sebaliknya bahwa ijazahnya asli. Arahnya mulai bercabang.
Meski begitu, secara umum mereka masih terlihat kompak. Pembagian klaster ini, kata sejumlah pihak, bukan berasal dari mereka, melainkan dari penyidik dalam menerapkan pasal. Dan posisi RRT dianggap lebih berat. Mereka dijerat UU ITE dengan ancaman hukuman yang tak main-main: sampai 12 tahun penjara.
Refly Harun menolak keras semua pasal yang dikenakan pada kliennya. Soal UU ITE yang menuding RRT mengedit atau memanipulasi, ia membantah. Kata Refly, kliennya tidak mengedit. Mereka hanya menyatakan bahwa ijazah Jokowi itu palsu.
"Menyatakan ijazah palsu, kalau ternyata asli, ya bisa kena pasal pencemaran nama baik atau fitnah di KUHP,"
Artikel Terkait
Indonesia Serukan Jalan Damai di Tengah Ketegangan Kamboja-Thailand
Polresta Yogyakarta Kerahkan Personel Amankan 71 Gereja Jelang Natal
Kapolsek Diganti Usai Tersangka Narkoba Kabur ke Sumbar
Gempa 6,5 Magnitudo Guncang Papua Nugini, Tak Berpotensi Tsunami