Amanah kekuasaan menuntut keberanian moral. Ia mendesak para pemimpin menggunakan wewenangnya untuk kemaslahatan publik, bukan sekadar mengamankan posisi. Transparansi dan kolaborasi seharusnya jadi instrumen, bukan hambatan. Kebijakan yang selaras dengan maqāṣid akan membuka pintu untuk solidaritas, lalu mengelolanya dengan penuh tanggung jawab.
Ada satu dimensi yang kerap terlupakan: dimensi spiritual. Dalam ajaran Islam, doa orang yang terzalimi punya kedudukan sangat tinggi. Doanya tak terhalang oleh jabatan atau kekuasaan. Ini bukan ancaman, tapi pengingat bahwa setiap ketidakadilan punya konsekuensinya sendiri, baik di mata manusia maupun di hadapan Yang Maha Kuasa.
Mungkin para pembuat kebijakan tak pernah bertatap muka langsung dengan korban. Tapi tanggung jawab mereka tetap utuh. Dalam Islam, tanggung jawab diukur dari kapasitas dan wewenang yang dimiliki, bukan dari kedekatan fisik. Punya kuasa untuk meringankan penderitaan tapi memilih tidak bertindak? Itu namanya menyia-nyiakan amanah. Dan amanah yang disia-siakan adalah awal dari keruntuhan legitimasi.
Tulisan ini bukan untuk menyederhanakan masalah. Tata kelola bencana itu memang rumit. Ini lebih pada ajakan untuk menyelaraskan kembali kompas kebijakan dengan nilai-nilai inti. Maqāṣid al-syarī‘ah bukan teori usang. Ia adalah panduan etis yang justru sangat relevan dan mendesak untuk dijadikan pertimbangan. Kebijakan yang kuat itu yang adil. Kepemimpinan yang sah itu yang amanah.
Pada akhirnya, korban bencana tidak butuh pembenaran. Mereka butuh perlindungan nyata. Perlindungan itu hanya akan hadir ketika kebijakan diselaraskan dengan tujuan syariat: menjaga nyawa, menegakkan keadilan, dan memikul amanah dengan sungguh-sungguh. Selebihnya, sejarah dan doa orang-orang yang teraniaya akan menjadi saksi bisu atas setiap pilihan yang diambil.
"Dosen College of Continuing Education (CCEd), Universiti Tenaga Nasional (UNITEN) Malaysia.
Artikel Terkait
MBG untuk Korban Bencana: Niat Mulia yang Terganjal Birokrasi
Kekerasan dan Ketimpangan: Perlindungan Perempuan Masih Jadi PR Besar Indonesia
Nilai Bahasa Inggris Siswa SLTA Terendah, Kemendikdasmen: Ini Bahan Refleksi
JK: Dampak Banjir Aceh Lebih Parah Dibanding Tsunami 2004