Di sisi lain, ia menegaskan bahwa istilah ‘identik’ sebenarnya cuma relevan untuk menilai tanda tangan di ijazah, bukan dokumennya secara utuh. “Yang bisa dicek identik adalah tanda tangan, itu kan ada tanda tangan dekan atau rektor di situ, harus dibuktikan,” paparnya.
Tanpa pembuktian mendalam lewat saksi, ahli, dan investigasi lapangan, Oegroseno khawatir kasus ini malah berpotensi jadi alat kriminalisasi. “Tanpa itu, ya saya bisa mengatakan ini potensi kriminalisasi lebih kuat,” tegasnya.
Namun begitu, pihak kepolisian sudah menyatakan kepastian mereka. Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin, menyebut ijazah yang ditunjukkan di gelar perkara itu asli. Penunjukkan dokumen dilakukan atas izin semua pihak yang hadir, termasuk pengawas internal dan eksternal seperti Kompolnas dan Ombudsman.
“Dalam forum gelar perkara khusus tersebut atas seizin dan kesepakatan para pihak dalam forum, penyidik telah menunjukkan ijazah atas nama Joko Widodo,” kata Iman beberapa waktu lalu.
Ijazah itu sendiri adalah satu dari 709 dokumen yang disita penyidik dari pelapor, yaitu Jokowi sendiri. Proses hukumnya sendiri berawal dari laporan presiden pada akhir Mei 2025, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan tersangka terhadap sejumlah pihak pada awal November.
Gelar perkara khusus yang berlangsung hampir sembilan jam itu memang jadi babak baru. Meski begitu, tampaknya perdebatan publik soal dokumen akademik sang presiden ini belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Artikel Terkait
Mengendalikan Arus Kas: Lima Software Spend Management Terbaik untuk Bisnis Indonesia
Polisi Ungkap Perintah Atasan di Balik Laporan Demo Ricuh DPR
Pesantren di Ujung Tanduk: UU Sisdiknas dan Ancaman di Balik Niat Baik
Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Wafat, Tinggalkan Pesan Perjuangan Wakaf Produktif