Saya bekerja sebagai Penyuluh Agama. Dan hati ini sering terasa sesak membaca kabar atau melihat video dari daerah bencana. Meski secara fisik tidak berada di sana, ikatan sebagai saudara sebangsa membuat rasa sakit itu nyata terasa di sini.
Tapi, di balik semua duka, saya selalu teringat pada karakter orang Aceh. Mental kami memang sudah ditempa oleh sejarah panjang penuh ujian. Kami adalah pembelajar yang tangguh. Dulu bangkit dari tsunami, dan saya yakin, kali ini pun saudara-saudara kami yang terdampak banjir akan bisa melewatinya dengan kesabaran yang luar biasa.
Bencana ini juga jadi pengingat keras bagi kami yang masih aman. Nikmat keamanan ini cuma titipan. Dan cara mensyukurinya yang paling tepat adalah dengan berempati, dengan turut merasakan.
Pesan untuk Saudara Sebangsa
Ini cuma ungkapan dari kami di ujung barat negeri.
Kami tidak butuh kembang api. Kami juga tidak rindu panggung hiburan. Desember kami adalah bulan untuk berdoa. Doa untuk mereka yang hilang dua puluh tahun lalu, dan doa untuk mereka yang saat ini bertahan menghadapi banjir.
Kalau Anda di luar sana ingin merayakan sesuatu bersama kami, rayakanlah solidaritas. Kirimkan doa tulus. Atau jika bisa, salurkan bantuan untuk dapur-dapur umum yang berjuang di lokasi bencana.
Biarlah malam tahun baru di Aceh sunyi dari bunyi terompet. Asalkan, langitnya ramai oleh doa-doa yang dikirimkan dengan penuh harap. Semoga badai ini cepat berlalu, dan cahaya hangat kembali menyinari Serambi Mekkah.
Artikel Terkait
Pohon Tumbang Terguling, Dua Mobil Hancur di Depan Bandara Bali
Dukungan UMKM di Jalan Dr Susilo Berujung Macet Panjang
Tiang Listrik Miring di Pesawaran, Warga Cemas Ancaman Roboh
Euromaidan: Revolusi Rakyat atau Kudeta yang Dikendalikan?