KKJ mengungkap beberapa peristiwa yang mereka anggap mencerminkan pembungkaman. Ada intimidasi aparat TNI terhadap jurnalis Kompas yang meliput bantuan internasional. Lalu, penghapusan total pemberitaan bencana di satu portal berita ternama. Serta penghentian siaran dan sensor diri oleh stasiun televisi saat melaporkan langsung dari lokasi.
Laporan-laporan yang dianggap "bermasalah" itu, kata KKJ, seringkali memuat fakta lapangan yang justru bertolak belakang dengan narasi resmi pemerintah. Rangkaian peristiwa ini dinilai sebagai upaya serius untuk mengendalikan arus informasi dan menutupi fakta sebenarnya.
KKJ menegaskan, intimidasi terhadap jurnalis adalah serangan langsung pada kemerdekaan pers yang dijamin undang-undang. Tindakan itu bahkan berpotensi pidana. Lebih dari itu, negara dianggap aktif membatasi hak warga negara untuk tahu. Dalam situasi darurat bencana, pembatasan informasi seperti ini sangat berbahaya. Masyarakat bisa tak mendapat gambaran utuh, sehingga keselamatan mereka terancam.
KKJ juga mengingatkan risiko besar lainnya: negara bisa menjadi produsen disinformasi. Kalau ruang verifikasi dan kritik ditutup, pernyataan pejabat yang menyesatkan bisa dibiarkan tanpa koreksi. Ini jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi.
Oleh karena itu, KKJ mendesak Presiden RI untuk meminta maaf secara terbuka kepada jurnalis yang diintimidasi. Mereka juga mendesak penetapan status bencana nasional, jaminan perlindungan penuh bagi pers di lokasi bencana, serta penghentian pernyataan pejabat yang tidak faktual.
Desakan juga ditujukan ke Dewan Pers agar lebih aktif menekan negara. Perusahaan media pun didesak untuk menjamin keselamatan jurnalis dan menolak segala bentuk sensor terkait bencana Sumatera.
KKJ sendiri merupakan aliansi dari 11 organisasi pers dan masyarakat sipil, termasuk AJI, LBH Pers, dan Amnesty International Indonesia, yang dibentuk untuk melawan impunitas atas kekerasan terhadap jurnalis.
Artikel Terkait
Di Aceh, Malam Tahun Baru Sunyi Terompet, Ramai Doa untuk Korban Bencana
9 Juta Hektar Sawit Ilegal: Negara Dituding Tutup Mata Atas Kebun Tanpa HGU
Kapolri Gebrak Rotasi, Polwan Kuasai Jabatan Strategis
Kapal Maulana 30 Terbakar di Perairan Tanggamus, 8 ABK Masih Hilang