Padahal, yang terjadi bisa jadi bukan penegakan keadilan. Melainkan penertiban politik biasa.
Di sisi lain, KPK jelas tidak bekerja sendirian. Dia beroperasi dalam sebuah ekosistem kekuasaan yang jauh lebih besar dan kompleks. Di situlah berbagai kepentingan bertemu: asing, modal global, dan elite lokal yang saling membutuhkan legitimasi. Terjadi simbiosis yang nyaris sempurna.
Pihak asing menyediakan narasi, dukungan, dan pengakuan internasional. Sementara elite lokal menyiapkan akses, regulasi, dan perlindungan politik dari dalam. Lalu, di mana peran KPK? Dia sering menjadi alat legitimasi moral yang ampuh untuk menyingkirkan pihak-pihak yang dianggap sebagai lawan.
Maka jangan heran kalau akhirnya KPK terkesan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Berani menyerang pejabat tertentu, namun nyaris bisu menghadapi aktor-aktor besar yang bermain di balik layar, terutama yang berkaitan erat dengan kepentingan modal global.
Ini ironis sekali. Lembaga yang awalnya dianggap milik rakyat, lambat laun justru berfungsi sebagai alat bagi elite dalam negeri sendiri elite yang sudah lama terkooptasi. KPK jadi tameng moral untuk saling serang antar faksi, bukan untuk membongkar sistem korupsi yang sebenarnya.
Korupsi struktural, yang bersumber dari sistem ekonomi eksploitatif, utang luar negeri, dan ketergantungan pada modal asing, hampir tak pernah tersentuh. Yang terjaring biasanya aktor level menengah. Sementara para arsitek sistemnya tetap leluasa, tersenyum, bahkan dipuji sebagai "mitra pembangunan".
Pada akhirnya, KPK sekarang bukan cuma lembaga hukum. Dia sudah jadi instrumen politik di medan kekuasaan, baik global maupun domestik. Selama akar masalahnya yaitu sistem ekonomi dan politik yang tunduk tidak disentuh, maka KPK hanya akan jadi alat kosmetik. Sekadar penghias demokrasi.
Rakyat perlu menyadari satu hal. Pemberantasan korupsi tanpa disertai kedaulatan bangsa hanyalah ilusi keadilan belaka. Dan lembaga yang lahir dari titipan kepentingan tertentu, pada ujungnya akan selalu setia pada tuannya. Bukan pada rakyat.
Benz Jono Hartono
Praktisi Media Massa, Vice Director Confederation ASEAN Journalist (CAJ) PWI Pusat, Executive Director HIAWATHA Institute di Jakarta
Artikel Terkait
Tersangka Kasus Ijazah Jokowi Klaim Foto di Dokumen Itu Palsu
Sigit Putar Roda Jabatan, Tiga Kapolres Ibu Kota Diganti
Bahlil Tegaskan ke Senior Golkar: Jangan Terus Merasa Masih Ketua Umum
Tersangka Klaim Ijazah Jokowi yang Ditunjukkan Polisi Palsu