Sumatera Butuh Empati, Indonesia Butuh Solusi
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Sumatera berduka. Dari ujung Aceh, merambat ke Sumut, Sumbar, hingga sebagian Sumsel dan Lampung tak luput. Ribuan nyawa melayang begitu saja. Ribuan rumah hanyut, lenyap entah ke mana. Di tengah nestapa ini, satu pertanyaan menggumpal: siapa sebenarnya pelaku di balik semua ini?
Jelas, ini bukan salah Tuhan. Bukan pula kesalahan alam. Bahkan anak kecil pun paham, banjir seperti ini ulah manusia. Pengetahuan dasar yang tak perlu lagi dibantah dengan penjelasan berbelit-belit dari para pejabat atau ahli. Beda dengan gempa atau tsunami, di sini campur tangan kita nyata.
Lantas, siapa dalangnya? Jawabannya sebenarnya sudah tahu sama tahu. Pihak yang terlibat ya para pemilik perusahaan penebang hutan. Baik yang legal, apalagi yang ilegal. Tapi mereka tak mungkin bekerja sendirian, bukan? Mustahil menebang hutan atau membuka lahan tambang seluas itu tanpa melibatkan pejabat di instansi pemerintah. Juga aparat. Kita biasa menyebutnya ‘oknum’. Namun begitu, pola yang terlihat selalu terstruktur dan sistematis. Kalau cuma oknum, mengapa aksinya bisa masif dan terencana di berbagai wilayah? Masih pantaskah istilah itu kita pakai?
Pernah suatu kali saya berbincang dengan seorang kepala dinas ESDM di wilayah tambang. Saya tanya, berapa banyak perusahaan punya IUP di daerahnya?
“Sekitar tiga ratus,” katanya.
Lalu ada berapa penambang yang beroperasi?
“Lebih dari seribu,” jawabnya lugas.
Artinya, yang ilegal jauh lebih banyak? Ia mengangguk. “Betul.”
Itulah potret kelam pertambangan di hutan kita. Jumlah tambang ilegal bisa tiga sampai empat kali lipat dari yang legal. Yang berizin saja sering bermasalah soal data, prosedur, dan kewajiban reklamasi. Apalagi yang ilegal? Bisa dibayangkan kekacauannya.
Praktik semacam ini merajalela di tambang batubara, emas, nikel, dan timah. Keempatnya paling ‘seksi’ tentunya. Belum lagi tembaga, bauksit, atau galian C. Hutan lindung dan konservasi pun tak luput dari eksploitasi, rusak parah.
Di sisi lain, ada ancaman lain yang tak kalah dahsyat: alih fungsi hutan menjadi kebun sawit dan sejenisnya. Luasannya mencapai puluhan juta hektar. Bayangkan.
Artikel Terkait
Bantuan UEA untuk Korban Banjir Medan Ditarik Paksa Usai Tekanan Pusat
Gerakan Rakyat Desak Pemerintah: 1.068 Nyawa Bukan Angka, Tetapkan Bencana Nasional Sekarang!
KSAD Maruli Minta Media Tak Langsung Ekspos Kekurangan Penanganan Bencana
Duka dan Kecemasan di Perumahan BBS 3 Cilegon Usai Bocah Politisi Ditemukan Tewas dengan 22 Luka