Sayangnya, ketika program mulia ini dikelola tanpa regulasi kuat dan transparansi rendah dan diawasi oleh pihak yang punya konflik kepentingan ia berubah jadi ladang korupsi. Sistematis.
Proses Hukum yang Berjalan, Tahanan yang Tak Juga Datang
Perkara hukumnya sudah berjalan. Tapi ada yang mengganjal. KPK menetapkan Heri dan Satori sebagai tersangka sejak 7 Agustus 2025. Tapi sampai pertengahan Desember 2025, penahanan terhadap keduanya belum juga terjadi.
Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, beberapa kali bilang penahanan akan dilakukan "sebentar lagi". Targetnya sebelum akhir tahun 2025. Pernyataan ini bikin gerah sejumlah kalangan.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mendesak KPK untuk tak cuma berwacana. "Segera tahan mereka," katanya. Apalagi KPK disebut sudah punya lima alat bukti yang lengkap.
Yang bikin kasus ini makin panas, potensinya untuk membuka kotak pandora. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan prinsip equality before the law. Dia instruksikan penyidik untuk memanggil semua anggota Komisi XI periode 2019-2024 yang diduga terima dana serupa. Bahkan MAKI mendorong Heri dan Satori jadi justice collaborator untuk bongkar jaringan lebih luas.
KPK sendiri bilang akan dalami peran anggota komisi lainnya setelah berkas dua tersangka ini selesai.
Paradoks yang Menyayat
Ironisnya, skandal ini muncul justru ketika semangat mendayagunakan CSR untuk kebaikan bersama sedang menguat. Badan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (BP Taskin) baru-baru ini mendorong agar dana CSR korporasi yang bisa mencapai Rp 100 triliun per tahun diarahkan untuk program pengentasan kemiskinan yang terukur. OJK pun diharapkan bisa memfasilitasi pertemuan antara dunia usaha dan BP Taskin untuk wujudkan hal ini.
Inilah paradoksnya. Di satu sisi, ada upaya menjadikan CSR sebagai alat transformasi sosial yang transparan. Di sisi lain, "dana sosial" justru dijadikan ladang korupsi yang gelap.
Skandal BI-OJK ini bukan cuma soal uang yang diselewengkan. Ini cerita tentang penyalahgunaan wewenang, pengkhianatan terhadap mandat, dan pengerdilan makna tanggung jawab sosial. Luka terhadap kepercayaan publik pasti dalam.
Tapi dari balik kelamnya, ada pelajaran yang tak boleh kita lupakan. Dalam mengelola dana publik dengan label apapun transparansi, akuntabilitas, dan kelembagaan yang kuat adalah harga mati. Hanya dengan itu, dana sosial benar-benar akan sampai ke sosialnya. Menyentuh bumi. Dan menumbuhkan harapan, bukan justru memupuk kepentingan segelintir orang.
Artikel Terkait
Sutoyo Abadi Tagih Janji Prabowo: Saatnya Presiden Mati Bersama Korban Banjir
Mobil Boks Terguling di Outer Ring Road Cengkareng, Arus Lalu Lintas Sempat Terganggu
Ibu-Ibu di Mandailing Natal Bakar Rumah Diduga Bandar Narkoba Usai Salat Tolak Bala
Dedi Mulyadi Larang Tebang Pohon, Siapkan Dana Beli Pohon Abadi