Kasus Ardito sendiri ternyata melibatkan empat orang lagi. Mereka adalah Riki Hendra Saputra dari DPRD Lampung Tengah, Ranu Hari Prasetyo yang tak lain adalah adik sang bupati, Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah, serta Mohamad Lukman Sjamsuri, seorang pengusaha dari PT Elkaka Mandiri.
Semuanya berawal dari operasi tangkap tangan yang digelar KPK. Diduga, Ardito memerintahkan Ranu, Riki, dan Anton untuk mengatur sejumlah proyek pengadaan di pemkab. Syaratnya? Perusahaan pemenang haruslah milik keluarga atau tim pendukungnya di Pilkada 2024 lalu.
Dugaan sementara, uang yang mengalir ke Ardito mencapai Rp 5,7 miliar. Angka yang fantastis. Uang itu konon berasal dari fee proyek-proyek di lingkungan pemkab sendiri.
Lalu kemana uang sebanyak itu mengalir? Sekitar Rp 500 juta dipakai untuk dana operasional sang bupati. Sementara sisa yang jauh lebih besar, Rp 5,25 miliar, dipakai untuk melunasi pinjaman bank yang dulu dipakai untuk biaya kampanye.
Untuk tindakannya, Ardito bersama Riki, Ranu, dan Anton dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Tipikor, ditambah Pasal 55 KUHP. Mereka dianggap sebagai penerima suap.
Di sisi lain, Lukman si pengusaha, sebagai pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor yang juga dijungkirkan dengan Pasal 55 KUHP. Kasus ini masih terus bergulir, dan penggeledahan kemarin diharapkan bisa memperkuat bukti-bukti yang ada.
Artikel Terkait
KPK Amankan Sembilan Orang dan Sita Rp 900 Juta dalam Operasi Diam-diam
Hujan Deras dan Angin Kencang Porak-Porandakan Sepuluh Rumah di Pandeglang
Syal dan Peci Noel Menghilang Usai Pelimpahan Berkas Rp 201 Miliar
Sutoyo Abadi Tagih Janji Prabowo: Saatnya Presiden Mati Bersama Korban Banjir