Di Museum MH Thamrin, Senen, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung baru saja menerima hasil Kongres Istimewa Kaum Betawi. Suasana saat itu cukup hangat. Dari situ, ia kembali menegaskan komitmennya: identitas Betawi harus kental dan tak bisa ditawar lagi di jantung pemerintahan Jakarta.
“Bahkan sekarang di Balai Kota sudah diputuskan, Pak Marullah waktu itu masih ada,” ujar Pramono, merujuk pada mantan Sekda Marullah Matali.
Lalu ia melanjutkan dengan nada tegas, “Sebentar lagi, mulai tahun depan kita bangun semua simbol-simbol utama yang menampakkan wajah Betawi, itu harus dinampakkan.”
Targetnya jelas: mulai 2026, Balai Kota DKI akan berubah wajah. Nuansa Betawi bakal meresap di setiap sudut, tak cuma sekadar tempelan.
Namun begitu, ambisinya tak berhenti di situ. Pramono ingin ruang publik lain ikut berubah. Menurutnya, selama ini warna Betawi itu kurang jelas, bahkan nyaris tak kelihatan.
“Bahkan papan-papan iklan, batas kota, gedung-gedung, saya minta warna Betawinya itu jelas. Nggak seperti sekarang ini,” katanya.
Ia lalu menyentuh soal undang-undang lama. “Ketika undang-undang yang lama diberlakukan, mohon maaf, satu-satunya kota besar yang tidak punya kelamin yang jelas itu ya Jakarta. Maka sekarang sudah nggak bisa lagi.”
Pernyataan itu sekaligus jadi penegas bahwa era keraguan identitas bagi ibu kota sudah usai.
Artikel Terkait
Gianyar Terendam, Hujan Deras Ubah Jalan Jadi Aliran Deras
Menkes Targetkan Seluruh Puskesmas di Wilayah Bencana Sumatera Beroperasi Pekan Depan
Damkar Bantu Turunkan Jenazah 130 Kg ke Liang Lahat dengan Teknik Vertical Rescue
Brian Yuliarto Usulkan Kampus Medis Baru untuk Atasi Kelangkaan Dokter