Oleh: Muhibbullah Azfa Manik
Dalam tubuh Polri, gelar perkara sering dianggap urusan teknis belaka. Sebuah rapat rutin. Penyidik melaporkan pekerjaannya, atasan memberi arahan, lalu ditentukan langkah selanjutnya. Tapi coba lihat lebih dalam. Dalam praktiknya, ruang rapat itu bisa berubah jadi arena yang jauh lebih politis. Di sanalah arah hukum bisa dibelokkan, atau justru dipaksa untuk berhadapan dengan terangnya publik.
Secara prosedur, mekanisme ini memang bertingkat. Mulai dari menilai apakah sebuah laporan layak jadi perkara pidana, mengevaluasi perkembangan penyidikan, hingga memastikan berkas benar-benar siap untuk dilimpahkan ke Kejaksaan. Prosesnya internal, tertutup, dan sepenuhnya berada dalam kendali komando.
Namun begitu, masalah selalu muncul saat sebuah kasus tak bisa lagi diselesaikan dalam kesunyian.
Di sinilah istilah "gelar perkara khusus" muncul. Berbeda dengan yang rutin, forum khusus ini lahir bukan dari kebutuhan prosedural, melainkan dari desakan. Bisa tekanan hukum, gugatan publik, atau bahkan gejolak politik. Ia digelar ketika ada yang meragukan proses, mempertanyakan kesimpulan penyidik, atau mencium bau penyimpangan.
Intinya, gelar perkara khusus bukan sekadar rapat teknis. Ia lebih mirip pembuktian di depan umum: maukah Polri membuka dapur penyidikannya?
Kita masih ingat betul kasus Ferdy Sambo di 2022. Saat Brigadir J tewas dan narasi awal kepolisian mulai ambrol, gelar perkara biasa jelas tak memadai. Masyarakat ribut mempertanyakan segalanya; kejanggalan bukti, kesaksian yang berubah-ubah, sampai dugaan rekayasa TKP. Di bawah tekanan yang begitu masif, Polri akhirnya menggelar serangkaian forum khusus, baik untuk pidana maupun etik.
Hasilnya? Forum-forum itu jadi titik balik. Narasi berubah total. Status hukum bergeser. Perwira tinggi dicopot. Dalam kasus Sambo, gelar perkara khusus berfungsi sebagai alat koreksi yang jujur saja jarang kita lihat bekerja se-terbuka itu. Ia bukan cuma soal prosedur, tapi upaya penyelamatan kredibilitas institusi.
Contoh yang lebih anyar adalah rencana gelar perkara khusus soal dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Polda Metro Jaya menjadwalkannya setelah ada permintaan dari pihak-pihak terkait. Sama seperti kasus Sambo, forum ini jelas bukan formalitas. Ia digelar untuk menguji, secara objektif, proses penyidikan yang menyangkut figur pemegang kekuasaan tertinggi.
Dari dua kasus itu, polanya sama. Gelar perkara khusus selalu muncul saat kepercayaan publik merosot tajam.
Artikel Terkait
Cinta Bangsa yang Cerdas: Ketulusan sebagai Etika, Bukan Sekadar Slogan
Ijazah Jokowi Akhirnya Terbuka di Polda, Klaim Hanya di Pengadilan Ternyata Tak Berlaku
Jurnalis Siap Tempur: Pelatihan Khusus untuk Liputan di Daerah Rawan
Di Tengah Medan Terjal, Pesan Warga Aceh untuk Mualem: Kami di Sini, Pak