Mencari Kambing Hitam: Benarkah Pilkada Langsung Biang Kerusakan Moral Politik?

- Minggu, 14 Desember 2025 | 07:25 WIB
Mencari Kambing Hitam: Benarkah Pilkada Langsung Biang Kerusakan Moral Politik?

Intinya, ini bukan menghilangkan korupsi. Ini cuma mengalihkan jalurnya saja.

Lalu, ada juga usulan untuk “kembali ke UUD 1945” seolah-olah naskah itu sempurna. Padahal, UUD 1945 versi awal dibuat dalam situasi darurat. Menggunakannya untuk membenarkan pemusatan kekuasaan sekarang ini jelas keliru. Kita lupa, amandemen konstitusi justru lahir sebagai reaksi atas korupsi sistemik di era Orde Baru era di mana pemilihan langsung bahkan belum ada.

Yang bikin miris, tudingan pada pemilihan langsung sering berakar pada ketidakpercayaan pada rakyat. Seolah masyarakat mudah disuap dan tak rasional, sehingga tak layak memilih. Tapi demokrasi kan tidak pernah janji pemilih yang sempurna. Ia cuma menawarkan mekanisme koreksi. Kalau mekanisme itu kita matikan, yang muncul bukan pemerintahan yang bersih, melainkan kekuasaan yang kebal kritik.

Lantas, kalau bukan pemilihan langsung yang disalahkan, apa yang harus dibenahi?

Jawabannya mungkin kurang seksi, karena tidak sederhana. Kita butuh reformasi pembiayaan politik yang serius bukan cuma tempelan. Dana kampanye harus benar-benar transparan dan bisa diaudit. Batasan sumbangan jangan cuma di atas kertas. Penegakan hukum harus konsisten, tidak pilih-pilih. Dan yang paling sulit: membangun budaya di mana setiap penguasa merasa selalu diawasi, meskipun mereka menang dengan sah.

Ya, pemilihan langsung itu mahal. Tapi percayalah, korupsi jauh lebih mahal harganya. Ia merusak kepercayaan, melumpuhkan lembaga negara, dan menumbuhkan sinisme di masyarakat. Mengorbankan hak pilih rakyat demi mimpi efisiensi adalah jalan pintas yang berisiko. Sejarah sudah membuktikan, jalan pintas semacam itu jarang berakhir baik.

Pada akhirnya, masalah kita bukanlah kelebihan demokrasi. Tapi demokrasi yang setengah hati. Kita mau legitimasi dari suara rakyat, tapi enggan membangun sistem yang memaksa penguasa bertanggung jawab pada suara itu. Dalam ruang ketegangan itulah korupsi bersemi bukan sebagai anak kandung pemilihan langsung, melainkan sebagai buah dari kekuasaan yang ingin berkuasa, tanpa mau diawasi.

Cimahi, 13 Desember 2025

Penulis:
- Berijazah asli dari Pascasarjana Ilmu Politik UI
- Anggota Komite Eksekutif KAMI
- Ketua Komite Kajian Ilmiah Forum Tanah Air

Bila anda ingin memperoleh artikel-artikel saya, fresh from the oven, silakan kirim pesan WA “gabung” ke nomor 082121432877.


Halaman:

Komentar