Ada juga Ummu Salamah, atau Hindun binti Abi Umayyah. Seorang janda yang cerdas dan bijaksana. Konon, dialah yang memberi saran brilian kepada Nabi saat situasi genting Perjanjian Hudaibiyah, yang akhirnya membawa hasil positif.
Pernikahan dengan Zainab binti Jahsy ini unik. Ia turun sebagai perintah langsung dari Allah, yang kemudian tercatat dalam Al-Qur'an. Tujuannya jelas: menghapuskan tradisi jahiliyah yang keliru soal status anak angkat.
Lain lagi ceritanya dengan Juwairiyah binti Al-Harits. Awalnya beliau adalah tawanan perang. Namun, setelah dinikahi Nabi, banyak dari kaumnya yang akhirnya masuk Islam dan dibebaskan. Sebuah langkah politik yang sangat manusiawi.
Ummu Habibah, atau Ramlah binti Abi Sufyan, hidupnya penuh liku. Dia seorang Muhajirah yang teguh, terdampar sendirian di Abyssinia setelah suaminya murtad. Pernikahannya dengan Nabi membantu meredakan ketegangan dengan ayahnya, Abu Sufyan, yang saat itu masih menjadi pemimpin Quraisy.
Yang kesepuluh, Shafiyah binti Huyay. Berasal dari Bani Nadhir yang Yahudi, pernikahan ini punya nilai rekonsiliasi yang kuat. Ia menjalin hubungan baik dan meredam potensi konflik di masa depan.
Terakhir, Maimunah binti Al-Harits. Beliau adalah istri terakhir Nabi. Maimunah dikenal sebagai pribadi yang sangat bertakwa dan rajin berpuasa.
Begitulah. Setiap nama bukan sekadar daftar, tapi menyimpan kisah dan peran yang membentuk mozaik perjalanan dakwah Islam di masa awal. Masing-masing dengan kontribusinya yang khas.
Artikel Terkait
Pelukan Terakhir di Balik Jeruji: Kisah Ibu yang Ditangkap Usai Tolak Pabrik Sawit
Sampah Membusuk Empat Hari di Kolong Flyover Ciputat, Warga Tersiksa Bau
Tragedi Tabrak Lari di SDN Kalibaru Picu Aturan Ketat Pengantaran Makanan Bergizi
Paket Pernikahan Murah Berujung Tipu Ponzi, Kerugian Korban Tembus Rp 11,5 Miliar