Soal selisih lantai, Abid punya argumen. Lantai kelima, katanya, cuma untuk area 'sky' seperti kafe atau restoran, plus ruang teknis. Jadi, tidak dianggap sebagai lantai utama bangunan.
Usai dari Hotel Charlie, perhatian beralih ke proyek besar lainnya: Sintang Central Business District (SCBD). Di sini, Rumpak kembali menemukan keanehan. Pola perizinannya dianggap janggal.
Kawasan yang semestinya punya satu izin terpadu, ternyata dipecah jadi tiga izin terpisah. Akibatnya, pengembang tak perlu menyusun dokumen AMDAL yang ketat. Cukup dengan SPPL yang persyaratannya lebih sederhana.
Ia mendesak agar perizinan untuk SCBD ditinjau ulang. Apalagi lokasinya berada di jalur aliran sungai. Jika proyek tetap berjalan, pengawasan lingkungan harus dilakukan dengan sangat ketat. "Kita tidak ingin pembangunan justru memperparah banjir," ucapnya.
Dari pihak pengelola SCBD, Andreas, membantah adanya pelanggaran. Ia menegaskan bahwa semua sudah sesuai aturan. Bahkan, berbagai pihak sudah diajak melihat langsung ke lokasi untuk membuktikan bahwa pekerjaan dilakukan secara hati-hati.
Nah, di tengah klaim sudah sesuai aturan dari pengembang dan kekhawatiran dampak lingkungan dari dewan, proyek-proyek ini jelas masih akan jadi perbincangan panas. Warga Sintang tentu menunggu tindak lanjut yang konkret, bukan sekadar pernyataan.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam