Prinsipnya sederhana namun mendasar: penjara seharusnya untuk orang jahat, bukan sekadar orang yang melakukan kesalahan. Visi ini, menurut Jimly, harus dipegang teguh oleh para penegak hukum.
"Jadi penjara itu, hanya dimaksudkan untuk orang jahat. Bukan orang salah. Nah, prinsip itu harus ada di vision-nya para hakim. Jadi jangan sekadar benar salah," lanjut Jimly.
Ia kembali mengingatkan bahwa ruh hukum sesungguhnya adalah keadilan, yang mencakup etika dan pertimbangan baik-buruk, bukan sekadar benar-salah secara formal. Kewenangan untuk mewujudkan keadilan itu ada di tangan hakim.
Peringatannya cukup keras. Jimly khawatir, jika hakim kurang bijak, akan tercipta lagi perkara-perkara yang memaksa Presiden Prabowo turun tangan memberi grasi atau amnesti. Ia menyebut contoh kasus guru honorer dan Dirut ASDP Ira yang dapat rehabilitasi itu adalah cerminan putusan yang kurang arif di tingkat awal.
"Jadi Hakim Agung pun harus mengoreksi diri. Jadi untuk hal-hal yang sudah masuk proses hukum, ya polisi nggak bisa, ya kan menghentikan. Maka kuncinya itu di kearifan hakim," tegas Jimly.
Latar belakang pernyataan ini adalah rekomendasi resmi komisinya kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo, awal Desember lalu. Mereka meminta evaluasi menyeluruh atas penahanan 1.038 aktivis pasca-demo yang berujung ricuh itu. Demo besar Agustus 2025 sendiri awalnya dipicu kemarahan publik terhadap fasilitas anggota DPR, lalu memanas setelah insiden ojol bernama Affan tertabrak rantis Brimob.
"Disepakati di Komisi kita minta, kita rekomendasikan, kepada Kapolri untuk mengkaji ulang, tujuannya supaya ada pengurangan jumlah jangan 1.038 itu, itu termasuk terlalu besar," kata Jimly dalam kesempatan sebelumnya.
Waktu itu, anggota komisi Mahfud MD bahkan menyebut tiga nama yang harus segera dibebaskan, dengan Laras Faizati di urutan teratas. Menurut Mahfud, Laras yang bekerja di kantor majelis antarparlemen ASEAN itu ditangkap hanya karena di HP-nya ditemukan tulisan belasungkawa atas meninggalnya Affan.
"Lalu dia termasuk yang diciduk, dituduh dia memprovokasi... maka dari pekerjaannya dia diberhentikan," jelas Mahfud kala itu.
Kini, nasib Laras dan banyak lainnya sepenuhnya bergantung pada proses persidangan yang masih berlangsung, tahap demi tahap, menunggu kearifan yang diharapkan Jimly benar-benar terwujud.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam