NGOPI PAGI: Saatnya Pemimpin Berpihak pada Rakyat yang Berintegritas
Luas wilayah, kekayaan alam, jumlah penduduk itu semua tak cukup. Ukuran kebesaran sebuah bangsa, pada akhirnya, ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Di tengah bayang-bayang korupsi dan politik transaksional yang masih menghantui, kita butuh sosok yang tegas. Bukan sekadar pilihan, ini sudah jadi keharusan. Pemimpin kuat bukan yang pandai berorasi atau membangun citra semata, melainkan yang benar-benar berdiri di garda depan, berkomitmen pada jalan kebenaran bersama rakyatnya.
Kekuasaan itu untuk melayani, bukan menguasai. Itu prinsip dasar yang harus dipegang. Setiap kebijakan dan langkah yang diambil harus memberi manfaat buat banyak orang, bukan cuma segelintir elite. Nah, di sinilah integritas memegang peran krusial. Nilai ini tak bisa ditawar-tawar. Begitulah. Kalau pemimpin mulai melenturkan moral, batas antara benar dan salah jadi kabur. Dan itu awal dari kekacauan.
Korupsi, ya. Ini penyakit sosial yang menggerogoti kepercayaan. Bukan cuma kejahatan biasa. Prakteknya bisa terang-terangan, bisa juga lewat nepotisme atau manipulasi yang licik. Ketika rakyat sudah tak percaya lagi pada pemimpinnya, runtuhlah legitimasi moral pemerintahan. Hukum sekeras apa pun akan sulit membangun kembali kepercayaan yang hilang itu. Maka, pemimpin yang ingin menyelamatkan bangsa harus paham: kepercayaan publik adalah aset terbesarnya.
Komitmen itu harus nyata. Bukan slogan belaka. Perlu tindakan konkret: memperbaiki sistem pengawasan, menguatkan lembaga penegak hukum, menciptakan transparansi. Yang tak kalah penting, pemimpin harus memberi teladan langsung. Tidak menerima gratifikasi, tidak menyalahgunakan fasilitas, dan berani mengakui kesalahan. Satu tindakan nyata jauh lebih bermakna daripada seribu kampanye moral.
Ujian integritas yang paling berat justru sering datang dari lingkaran dalam sendiri. Banyak pemimpin berani menghadapi lawan politik, tapi tak sanggup bersikap tegas pada kawan atau kerabat yang melanggar. Padahal, keberanian moral yang sejati itu adalah menegakkan prinsip pada siapa pun. Tanpa pandang bulu.
Artikel Terkait
Pesta Pernikahan Berantakan, Calon Pengantin Rugi Rp 100 Juta Gara-gara WO Bodong
AJI Tolak Anugerah Dewan Pers 2025, Sebut Prosesnya Gelap dan Mengkhianati Konstituen
Maret 2026, Akses Medsos Anak Bakal Dibatasi Berdasarkan Usia
Mimpi di Ibu Kota Padam dalam Kobaran Api di Kemayoran