Di sisi lain, upaya ini punya tujuan ganda. Selain untuk membangun kedaulatan pangan nasional, langkah ini diharapkan bisa membuat SMK jadi lebih menarik di mata anak muda. Selama ini, minat terhadap sekolah vokasi di sektor ini dinilai masih perlu ditingkatkan.
Mu’ti berharap, pendekatan berbasis lokal ini bisa mendekatkan siswa pada alam dan kearifan budaya daerah mereka sendiri. Tapi tentu saja, bukan sekadar kembali ke tradisi. Sekolah juga dituntut untuk membekali siswa dengan kemampuan teknologi mutakhir. Tujuannya jelas: agar potensi alam yang melimpah itu bisa diolah menjadi produk bernilai tinggi, yang pada akhirnya mendongkrak pendapatan dan kesejahteraan.
“Itu yang nanti coba kami kembangkan,” kata Mu’ti.
Namun begitu, tantangannya tidak kecil. Bagi Mu’ti, revitalisasi SMK ini juga merupakan upaya untuk mengubah stigma yang sudah melekat lama. Ada persepsi usang yang perlu dirombak.
“Ada tantangan kultural di mana sebagian generasi muda berpendapat, menjadi petani itu seakan identik dengan mereka yang tidak berpendidikan, ekonominya lemah, dan penampilannya kurang keren. Dengan ini, kami ingin mengubah mindset itu,”
ucapnya. Impiannya sederhana: menjadikan profesi di sektor pertanian dan kelautan sebagai pilihan karier yang membanggakan, modern, dan tentu saja, menjanjikan.
Artikel Terkait
Tangis dan Harap di Depan Pos DVI: Keluarga Korban Kebakaran Kemayoran Menanti Kepulangan
Ferry Irwandi Balas Sindiran Endipat dengan Santai: Beliau Sudah Minta Maaf
Zulfa Mustofa Ditunjuk Jadi Penjabat Ketum PBNU, Buka Suara Soal Hubungan Keluarga dengan Maruf Amin
TNI Kerahkan 33 Ribu Personel, Bantuan Diteroboskan dari Udara hingga Jalan Kaki