Ia mengaku sudah sangat terbiasa dengan banjir tahunan ini. Tapi rasa lelahnya nyata.
“Sebenernya sih bosan, tapi mau gimana lagi. Pemerintah juga kan sudah coba bantu kayak bikin retensi, peninggian jalan. Tapi lihat cuaca sama keadaannya ya gitu lagi,” ucap Nita.
Ia berharap pembenahan saluran air bisa lebih optimal. Banjir ini tak cuma mengganggu perjalanan, tapi juga pekerjaan konveksi rumahannya. “Terkendala pengiriman kalau banjir tinggi. Suka mati listrik juga,” jelasnya.
Demi Jam Kerja, Terpaksa Nekat
Sementara di tepi jalan yang banjir, Rifki (32) mendorong motornya yang mogok. Ia nekat menerobos karena takut telat kerja.
“Saya kira enggak sedalam itu. Pas sudah di tengah malah makin dalam, motor langsung mati. Ya mau gimana, kalau muter bisa tambah satu jam lagi mana macet,” keluhnya.
Bagi Rifki, kejadian seperti ini sudah jadi rutinitas yang menyebalkan. “Setiap tahun begini terus. Susah kalau kerja pagi, takut telat, jadi kadang nekat,” tambahnya.
Hingga siang ini, lalu lintas di Dayeuhkolot masih tersendat-sendat. Risiko mogok tinggi, tapi bagi banyak orang, menerobos banjir seolah menjadi satu-satunya pilihan yang tersisa.
Artikel Terkait
Pergub DKI Resmi Larang Konsumsi Anjing dan Kucing, Satpol PP Turun Tangan
Sumpah Jabatan Hanya Jadi Ritual, Amanah Tergerus Kepentingan
Reformasi Polri Mandek, Anshor Soroti Cengkeraman Politik
Rob Mengganas di Jakarta Utara, Gubernur Pantau Penurunan Air