Suasana di kawasan TPU Menteng Pulo, Jakarta, Selasa (2/12) siang itu, riuh oleh sorak-sorai. Bukan keramaian biasa, melainkan suara puluhan pehobi yang sedang asyik melatih burung merpati jagoan mereka. Dari berbagai penjuru Jabodetabek mereka datang, ada yang berombongan, ada pula yang sendirian membawa sangkar berisi burung andalan. Di bawah terik matahari, antusiasme mereka tak pudar. Teriakan terdengar silih berganti, memberi semangat pada burung yang sedang mengepakkan sayap di udara.
Ritualnya punya momen puncak. Seekor merpati betina diayun-ayunkan dengan hati-hati, lalu dilepaskan. Tujuannya satu: hinggap dengan tepat di punggung merpati jantan pasangannya yang sudah menunggu. Kalau berhasil mendarat akurat, sorakan kegirangan langsung memecah suasana. Itulah keseruan yang mereka cari.
Namun begitu, aksi ini bukan sekadar hobi biasa. Di baliknya, ada cerita lain tentang Jakarta. Ibu Kota ini makin sesak. Ruang terbuka hijau terus tergerus, digantikan oleh hutan beton gedung-gedung tinggi yang tumbuh bak jamur. Kota terasa makin tak ramah.
Di tengah tekanan itu, sekelompok warga ini memilih bertahan. Mereka berjuang mempertahankan secuil ruang untuk kecintaan mereka pada merpati. Bagi mereka, Menteng Pulo bukan cuma tempat latihan. Itu adalah oasis kecil di tengah beton yang kian mendominasi.
Artikel Terkait
Golden Triangle Runtuh: Otak Penyelundupan Sabu Rp 5 Triliun Ditangkap di Kamboja
ART di Bandar Lampung Curi Motor dan Uang Majikan Baru Sebulan Bekerja
KUHAP Baru Perluas Cakupan Praperadilan, Wamenkum HAM Beberkan Tiga Hal Baru yang Bisa Digugat
Kapolda Aceh Tempuh Lima Hari dan Naik Perahu Demi Tinjau Banjir Tamiang