Memanggul Beban: Ketulusan Umar dan Pencitraan Zulkifli Hasan
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Dunia dan akhirat takkan pernah bertemu. Itu prinsipnya. Siapa yang memikul amanah dengan sungguh-sungguh di sini, kelak di sana ia akan lega. Sebaliknya, yang lalai menunaikan tanggung jawabnya, bersiaplah untuk beban yang jauh lebih berat.
Dan bicara soal beban, tak ada yang lebih berat dari amanah kekuasaan. Saking beratnya, Khalifah Umar bin Khattab memilih untuk memikulnya sendirian. Keluarganya sendiri tak diizinkan ikut menanggung beban kekhilafahan itu.
Kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah itulah yang mendasarinya. Suatu ketika, Aslam hendak membantunya memanggul gandum. Umar menolak dengan kata-kata yang tegas.
Kira-kira begitulah kurang lebih ungkapan sang Amirul Mukminin. Ia melakukan itu saat berusaha mengatasi kelaparan yang melanda rakyatnya. Masalah yang tak ia ketahui dari laporan bawahannya, tapi justru ditemui sendiri saat ia berkeliling Madinah di malam hari, menyelidiki keadaan.
Lalu, bandingkan dengan yang terjadi sekarang.
Memanggul bahan pokok hari ini, seringkali bukan lagi soal menunaikan kewajiban. Motifnya bergeser: pencitraan. Agar dipuji, atau sekadar mengejar elektabilitas untuk meraih atau mempertahankan jabatan.
Ambil contoh yang belum lama terjadi. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, meninjau lokasi banjir bandang di Padang awal Desember lalu. Dalam kunjungan itu, sang Menko dari PAN itu tampak melangkah di tanah becek, berkemeja putih, dengan sepatu bot oranye mencolok. Dan tentu saja, ada momen ia memanggul karung beras bantuan.
Aksi itu tak luput dari sorotan kamera. Lalu menyebar cepat di media sosial. Berbeda dengan inspeksi Umar yang dilakukan dalam gelapnya malam, tanpa publikasi.
Yang dilakukan Zulkifli, bagi banyak pengamat, hanyalah pencitraan belaka. Tak menyentuh akar masalah. Malah, banyak warganet yang mengkritik masa jabatannya sebagai Menteri Kehutanan dulu, di mana izin HPH banyak diterbitkan.
Faktanya, banjir bandang di Sumatera itu menyisakan tanda tanya besar. Banyak kayu gelondongan tanpa kulit ikut terbawa arus, viral di media sosial. Potongannya rapi, jelas bukan kayu alam biasa.
Artikel Terkait
Menteri PPPA: Peran Ayah Kunci Perangi Korupsi dari Dalam Keluarga
Curut Pendukung Gibran Diserang, Rommi Irawan Singgung Lagi Keputusan Paman MK
Reuni 212 Gelar Doa Bersama Sore Ini, Bahas Bencana hingga Palestina
Detak Hati di Balik Longsor: Seorang Brimob Temukan Ibunya di Tumpukan Reruntuhan