Berdamai dengan Jokowi: Konfirmasi Sikap Pengecut & Berkhianat Pada Rakyat?
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Ada yang aneh belakangan ini. Beredar kabar tentang rencana beberapa pihak untuk berdamai dalam kasus ijazah palsu Jokowi lewat jalur Restorative Justice. Kalau inisiatifnya datang dari kubu Jokowi sendiri seperti yang beberapa kali disampaikan Andi Azwan tentang kesediaan Jokowi berdamai ya, itu masih bisa dipahami. Logis.
Tapi yang bikin geleng-geleng, sumber kabar yang sampai ke saya justru dari orang-orang yang selama ini vokal melawan Jokowi. Kok bisa?
Apakah perlawanan mereka selama ini cuma sandiwara? Sekadar basa-basi di depan publik?
Padahal, coba lihat lagi. Luka Kanjuruhan masih segar. Ada kasus KM 50, ratusan KPPS yang tewas, pembubaran FPI, plus kriminalisasi ulama dan aktivis. Belum lagi tekanan terhadap Habib Rizieq yang terus jadi perbincangan hingga tuntutan di pengadilan akhirat. Mereka yang dulu teriak-teriak soal ijazah palsu, kenapa sekarang malah mau berdamai?
Di era digital begini, hampir tidak ada rahasia yang benar-benar tersembunyi. Bahkan layar ponsel kita bisa jadi mata-mata yang membocorkan segalanya.
Nah, soal sikap tim kami sendiri jelas: kami menolak berdamai. Argumennya sederhana. Kami ingin kasus ini tuntas, tidak mau berkompromi dengan kepalsuan, apalagi kebohongan yang sudah merugikan banyak pihak.
Artikel Terkait
Gerbang Baru Gedung Sate: Antara Sentuhan Candi dan Polemik Anggaran
Diaspora Diperintah Pulang, Malah Berakhir di Balik Jeruji
dr. Tifa Buka Suara soal Pergantian Kuasa Hukum di Tengah Sorotan Media
Reputasi di Ujung Tanduk: Ketika CSR Berubah Jadi Bumerang bagi Korporat