Laptop dan Koperasi: Saat Alat Lebih Penting dari Tujuan
Suatu kali, di sebuah seminar menulis, ada anak SMA yang curhat pada saya. "Bang Tere, saya mau jadi penulis, tapi nggak punya laptop bagus buat ngetik. Di rumah cuma ada komputer tua yang lambat," katanya.
Saya cuma diam sebentar. Menatapnya. Lalu saya jawab dengan polos, "Kalau begitu, kamu nggak usah jadi penulis. Mending jadi pemalas saja deh." Alasannya sederhana: kalau dia benar-benar ingin menulis, komputer yang ada pun sebenarnya sudah cukup. Saya sendiri dulu sering minjam mesin ketik tetangga untuk menulis. Itu saja.
Menurut saya, itu jawaban yang tepat. Soalnya, bisa jadi niatnya bukan jadi penulis, tapi sekadar pengen punya laptop baru. Logika yang sama—dan ini yang bikin miris—ternyata dipraktikkan oleh para pejabat dan elit pemerintah kita hari ini.
Ambil contoh Koperasi Merah Putih. Wah, programnya terdengar mulia. Cita-citanya memang indah, tapi apa benar begitu adanya?
Nyatanya, begitu masuk ke tahap pelaksanaan, semuanya berubah jadi urusan proyek. Dari berita yang beredar, disebutkan bahwa koperasi ini akan dapat gedung dan mobil baru pada 2026. Gimana nggak heboh?
Artikel Terkait
Kobaran Api Ganggu Perundingan Alot di KTT Iklim Brasil
Kebakaran di RS PMC Subang, Pasien Dievakuasi Usai Korsleting Landa Ruang Petugas
Polisi dengan Riwayat Skizofrenia Amuk Warga di Depan Polda Sumut
25 Demonstran Dihadiahi Dakwaan JPU Usai Ricuh Gedung DPR