Jakarta - Bonatua Silalahi punya cerita menarik. Ia melakukan penelitian serius tentang ijazah Presiden Joko Widodo, tapi yang didapat malah data yang ia sebut "sampah".
Di depan Mahkamah Konstitusi, Rabu (19/11/2025), Bonatua menjelaskan alasan di balik gugatannya terhadap UU Pemilu. Langkah ini tak lepas dari penelitiannya yang mentok.
Bonatua bercerita, sebagai peneliti ia butuh data primer. Maka dikumpulkannya salinan ijazah yang sudah dilegalisir KPU dari berbagai periode. "Saya kumpulkan fotokopi ijazah legalisir dari KPU untuk periode 2014-2019, dari KPUD DKI 2012, bahkan dari Solo ada yang kasih data 2005-2010," ujarnya.
Tapi ternyata, semua data itu percuma. "Maaf ya, data ini secara penelitian adalah data sampah," tegasnya. Masalahnya, dokumen-dokumen itu tidak jelas sumbernya dan tidak ada yang bisa mengkoneksikan salinan tersebut dengan ijazah asli.
Dari situlah ia kemudian menggugat Pasal 169 huruf R UU Pemilu. Aturan tentang syarat pendidikan minimal capres-cawapres ini dinilainya bermasalah. Menurut Bonatua, aturan itu tidak menyediakan mekanisme untuk memverifikasi keaslian ijazah asli.
Kuasa hukumnya, Abdul Gafur, menambahkan bahwa kliennya mengalami kerugian konstitusional. "Pak Bonatua tidak bisa mendapatkan dokumen ijazah Pak Jokowi yang sudah diverifikasi untuk kepentingan penelitian," jelas Gafur.
Dalam permohonannya yang terdaftar sebagai perkara 216/PUU-XXIII/2025, Bonatua mendesak agar proses autentikasi ijazah diwajibkan bagi semua pejabat publik yang maju dalam Pilpres, Pemilu, maupun Pilkada. Sistem saat ini, di mana KPU hanya meminta fotokopi ijazah yang dilegalisir, dinilainya terlalu lemah.
Menurutnya, ketiadaan aturan tentang verifikasi faktual terhadap ijazah asli membuka celah untuk manipulasi. Ia berharap uji materi ini bisa memperbaiki sistem dan meningkatkan transparansi pemilu.
Siapa sebenarnya Bonatua Silalahi?
Artikel Terkait
Ayah dan Anak Terkapar Usai Disiram Air Keras di Pamulang
Delapan Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi Dilarang Keluar Negeri
Hujan Deras Tumbangkan Pohon dan Tiang Listrik di DI Panjaitan, Lalu Lintas Sempat Lumpuh
KUHAP Nasional Dinilai Ancam Hak Terdakwa, Lebih Buruk dari Hukum Kolonial?