Komisi akan bekerja selama tiga bulan dengan fokus awal pada penampungan aspirasi masyarakat. Mereka akan mendengarkan berbagai pihak, mulai dari Gerakan Nurani Bangsa (GNB), tokoh mahasiswa, advokat senior, hingga aktivis LSM.
"Cara rekomendasi itu dirumuskan jauh lebih penting karena ini menyangkut kepentingan umum. Kita ingin partisipasi publik yang bermakna, bukan demokrasi yang formalistik," jelas Jimly.
Menjawab Tuntutan Perubahan Kepemimpinan
Terhadap tuntutan pergantian Kapolri, Jimly mengingatkan bahwa mengganti orang saja tidak cukup jika sistemnya tidak dibenahi. Ia mengutip pemikiran Plato tentang "nomokrasi", dimana yang memimpin seharusnya adalah sistem aturan, bukan hanya individu.
"Sebaik-baik orang masuk dalam sistem yang buruk, ya ikut buruk dia. Sistemnya harus baik, orangnya juga harus baik. Seimbang," ujarnya.
Ruang Lingkup Rekomendasi dan Dinamika Komisi
Rekomendasi komisi bisa sangat luas, mulai dari evaluasi struktur, kultur, hingga instrumen aturan. Beberapa isu yang mungkin diangkat termasuk hubungan koordinasi Polri dengan kementerian lain.
Jimly mengakui dinamika dalam komisi yang beranggotakan sepuluh orang, termasuk lima dari kalangan kepolisian dan mantan Kapolri, serta menteri dan ahli hukum. "Ini orang hebat semua. Seninya saya mesti memimpin dengan sebaik-baiknya," pungkasnya.
Dengan waktu kerja tiga bulan, Komisi Percepatan Reformasi Polri ditantai untuk menghasilkan rekomendasi konkret yang tidak hanya menenangkan publik, tetapi juga membawa perubahan fundamental bagi institusi Polri dan sistem penegakan hukum Indonesia.
Artikel Terkait
Di Balik Keriuhan Media Sosial, Budaya Perusahaan Ternyata Masih Berjalan dalam Kabut
Mendikbud Ungkap Nasib Sekolah Pasca-Banjir: Ada yang Hilang, Rusak Parah, hingga Harus Direlokasi
Ukraina Bantah Klaim Serangan Drone ke Putin: Tak Ada Bukti, Hanya Akal-Akalan
Pesta Arak di Jember Berujung Petaka, Empat Nyawa Melayang