MURIANETWORK.COM - Isu mengenai keaslian ijazah sarjana milik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi sorotan tajam publik.
Bukan lagi sekadar perdebatan di media sosial, polemik ini telah memasuki babak baru di ranah hukum dengan eskalasi yang signifikan.
Terbaru, laporan yang diajukan oleh pihak Jokowi terkait tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik secara resmi telah dinaikkan ke tahap penyidikan oleh Polda Metro Jaya.
Langkah hukum ini menjadi manuver balasan dari kubu Jokowi setelah bertahun-tahun didera tudingan yang sama.
Peningkatan status ke penyidikan ini dilakukan setelah polisi mengklaim menemukan adanya unsur pidana berdasarkan gelar perkara yang dilakukan pada Kamis (10/7) lalu.
Sejumlah barang bukti, termasuk 24 tautan video dan fotokopi ijazah, telah diserahkan sebagai dasar penyelidikan lebih lanjut.
"Ditingkatkannya ke tahap penyidikan menandakan pengaduan yang disampaikan Pak Jokowi mengandung kebenaran dan merupakan tindak pidana," ujar Rivai Kusumanegara, kuasa hukum Jokowi.
Namun, langkah proaktif Jokowi melaporkan balik para penudingnya hanyalah satu sisi dari drama multi-babak ini.
Di sisi lain, pertarungan hukum untuk menggugat keabsahan ijazah tersebut juga berlangsung di berbagai daerah, salah satunya yang paling menyita perhatian adalah persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Solo.
Gugatan Gugur di Meja Hijau Solo
Beberapa waktu lalu, PN Solo menjadi arena pertarungan gugatan perdata yang dilayangkan oleh seorang pengacara bernama Muhammad Taufiq terhadap Presiden Jokowi, KPU Kota Solo, SMAN 6 Solo, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai para tergugat.
Namun, pada 10 Juli 2025, majelis hakim yang diketuai oleh Putu Gde Hariadi memutuskan gugatan tersebut gugur.
Dalam putusannya, hakim menyatakan PN Solo tidak memiliki kewenangan absolut untuk mengadili perkara tersebut.
Majelis hakim mengabulkan eksepsi dari para tergugat yang berargumen bahwa karena objek sengketa berkaitan dengan tindakan lembaga pemerintahan, maka jalur hukum yang seharusnya ditempuh adalah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan Pengadilan Negeri.
"Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara ini," demikian bunyi putusan tersebut, yang praktis menghentikan proses sidang pokok perkara di tingkat pertama.
Meskipun gugur karena alasan kompetensi pengadilan, putusan ini tidak serta-merta memadamkan api polemik.
Pihak penggugat masih memiliki opsi untuk mengajukan banding.
Verifikasi UGM dan Tanda Tanya Publik yang Tersisa
Di tengah sengitnya pertarungan hukum, institusi yang menerbitkan ijazah tersebut, Universitas Gadjah Mada (UGM), telah berulang kali memberikan klarifikasi.
Sejak isu ini pertama kali mengemuka, pihak rektorat hingga dekanat Fakultas Kehutanan secara tegas memastikan keaslian ijazah milik alumni angkatan 1980 tersebut.
Dalam salah satu konferensi pers, menyatakan,
"Kami meyakini mengenai keaslian ijazah Ir Joko Widodo, dan yang bersangkutan benar lulusan Fakultas Kehutanan UGM," ujar Rektor UGM Ova Emilia dalam konferensi pers yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu.
Pihak UGM juga menegaskan memiliki seluruh dokumen pendukung, mulai dari catatan akademik hingga bukti kelulusan yang sah.
Bahkan, rekan-rekan seangkatan Jokowi turut hadir dalam beberapa audiensi untuk memberikan kesaksian.
Meski begitu, verifikasi dari lembaga sekelas UGM tampaknya belum cukup untuk memuaskan seluruh kalangan.
Sebagian publik masih mempertanyakan mengapa Presiden Jokowi tidak mengambil langkah yang lebih personal dan langsung, seperti menunjukkan ijazah aslinya secara terbuka di hadapan media.
Keengganan ini, terlepas dari alasan di baliknya, terus menyisakan ruang bagi spekulasi dan menjadi bahan bakar bagi narasi keraguan yang terus bergulir.
Dimensi Politik: Lebih dari Sekadar Selembar Kertas
Para analis politik menilai isu ijazah ini telah jauh melampaui urusan administrasi akademik.
Polemik ini telah menjadi komoditas politik musiman yang efektif digunakan untuk mendelegitimasi tidak hanya Jokowi secara personal, tetapi juga seluruh warisan dan pengaruh politiknya.
Dalam lanskap politik pasca-Pilpres 2024, serangan terhadap integritas Jokowi dipandang sebagai upaya strategis untuk mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintahan saat ini dan figur-figur yang didukungnya.
Isu ini adalah contoh klasik bagaimana disinformasi digunakan untuk menyerang persepsi publik terhadap integritas seorang tokoh.
Artikel Terkait
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester, Bukannya Buronkan—Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Bongkar Kerugian Negara di Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Dibongkar Propam: Dalang Perselingkuhan Anggota Brimob Jabar Terbongkar!
KPK Bongkar Skandal Dapur Haji, Ternyata Lebih Parah dari Dugaan!