MURIANETWORK.COM - Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebut kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) Rp 193,7 triliun (1 periode) tidak memiliki kaitan dengan tersangka.
Bahwa berdasarkan siaran pers Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Nomor: PR-169/101/K.3/Kph.3/02/2025, tertanggal 25 Februari 2025, Muhammad Kerry Andrianto Riza, Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo ditetapkan tersangka.
Gading dituduh memberikan pembantuan kejahatan “pengoplosan” Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Dan markup kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, negara mengeluarkan fee sebesar 13% sampai dengan 15% secara melawan hukum sehingga tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza, selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
"Persangkaan itu tidak benar, sekaligus menyesatkan," kata Sugeng yang juga dari Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, Kamis (20/3/2025).
Sugeng menyatakan hal itu sebab perintah Pertamina kepada PT Orbit Terminal Merak untuk melakukan Blending di Storage/Depo diperbolehkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, dengan syarat harus sesuai standar dan mutu yang ditetapkan oleh menteri, yang pembinaannya dan pengawasannya dilakukan melalui Dirjen Minyak dan gas Bumi, sebagaimana Peraturan ESDM Nomor 48 Tahun 2005 tentang Standar Mutu (spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG dan Hasil Olahan yang dipasarkan di Dalam Negeri.
Pada tanggal 4 Maret 2025, Kejagung meralat dengan menegaskan, kasus yang sedang diselidiki adalah praktik blending, bukan pengoplosan.
Namun, kata Sugeng, penggunaan istilah 'oplosan' yang tidak tepat telah terlanjur menyesatkan masyarakat dan merugikan Pertamina.
Sugeng menilai informasi yang tidak akurat ini menyebabkan konsumen kehilangan kepercayaan dan beralih ke SPBU asing. Pendapatan Pertamina melorot hingga mencapai 20%.
"Ini adalah contoh nyata bagaimana hoaks dan unprofessional oleh Kejagung dapat merugikan perusahaan nasional dan perekonomian negara. Persangkaan Blending sebagai korupsi merupakan mal administrasi," jelas Sugeng.
Selain itu, jaksa penyidik telah membangun konstruksi hanya dengan menduga-duga telah terjadi kemahalan harga sebesar 13% hingga 15% dan telah memperkaya diri tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza, selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, yang ternyata pembuktiannya semata-mata hanya berlandaskan adanya komunikasi WhatsAap tersangka Dimas Werhaspati dengan tersangka Agus Purwomo, selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
"Jaksa penyidik pada Jampidsus Kejagung telah keliru memaknai konteks komunikasi tersebut," tutur Sugeng.
Kemahalan harga sebesar 13% hingga 15% yang dimaksud merupakan margin keuntungan PT Pertamina International Shipping kepada PT Kilang Pertamina International dan tidak memperkaya Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Fakta hukum yang sebenarnya, ungkap Sugeng adalah tersangka Dimas Werhaspati selaku pribadi bermaksud ingin menjadi broker sewa kapal milik pihak lain, yang tidak ada kaitannya dengan diri Muhammad Kerry Andrianto Riza dan PT Navigator Katulistiwa dan keinginan itu bukan merupakan perbuatan pidana.
Artikel Terkait
Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim vs Polri: Ini Hasilnya!
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester, Bukannya Buronkan—Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Bongkar Kerugian Negara di Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Dibongkar Propam: Dalang Perselingkuhan Anggota Brimob Jabar Terbongkar!