JAKARTA – Bayangkan suasana wisuda itu. Biasanya, orang tua yang berdiri bangga di samping anak mereka. Tapi di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, ada pemandangan langka: tiga orang sekeluarga, mengenakan toga, diwisuda bersama. Mereka adalah Dr. Elisatin Ernawati, S.H., M.Kn., Dr. Ahmad Syaifudin, S.H., M.H., dan putri mereka, Salma Sari Dewi, S.H.
Bagi Elisatin, momen ini bukan sekadar seremoni. Ia menyebutnya sebagai kristalisasi dari perjalanan akademik yang sulit. Bayangkan saja, mereka bertiga harus berjibaku dengan tumpukan buku dan penelitian, membagi waktu dan energi yang terbatas. Sang orang tua mengejar gelar doktor, sementara sang anak menyelesaikan strata satu. Prosesnya panjang dan melelahkan.
“Ketika kami bertiga akhirnya bisa menyelesaikan studi dan lulus bersama, itu adalah momen yang paling menakjubkan, hadiah tak ternilai dari Allah SWT,”
katanya, penuh syukur.
Di sisi lain, kebahagiaan ini punya latar yang sedikit getir. Mereka justru saling menjadi sandaran. Orang tua dari suaminya telah tiada, sementara orang tuanya sendiri sedang sakit. Jadi, dalam ruang sidang yang ramai itu, mereka bertigalah yang menjadi sistem pendukung utama satu sama lain. “Kami mengabadikan momen ini dengan rasa syukur,” ujar Elisatin.
Artikel Terkait
Wamenristek Stella Christie: Jangan Paksa Anak Belajar Coding, Kekuatan Otak Ada di Cara Berpikir
Bayi Alami Syok Anafilaktik Usai MPASI Pertama, Dokter Ingatkan Bahaya Alergi Makanan
Rachel Vennya Ungkap Sisi Lain Bipolar: Berkah yang Penuh Tantangan
Ketika Perasaan Perempuan Dianggap Gangguan, Bukan Fakta