Proyek Kereta Cepat Whoosh: Ambisi, Kontroversi, dan Beban Utang yang Menghantui
Pada suatu hari di Januari 2016, Presiden Joko Widodo dengan penuh keyakinan melangkah di atas tanah basah Perkebunan Walini, Jawa Barat. Momen bersejarah itu menandai peletakan batu pertama sebuah ambisi nasional: menjadikan Indonesia negara pertama di ASEAN yang memiliki kereta cepat dengan rute perdana Jakarta–Bandung.
Hampir satu dekade kemudian, narasi optimisme itu berubah menjadi laporan finansial yang suram. Proyek yang diagungkan sebagai simbol efisiensi dan kemajuan, kini justru menjadi beban keuangan berat, terutama bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemegang saham mayoritas.
Persaingan Sengit: Jepang vs China dalam Percepatan Infrastruktur
Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung sempat menjadi ajang persaingan dua raksasa teknologi perkeretaapian dunia: Jepang dan China. Jepang, dengan teknologi Shinkansen-nya, sebenarnya sudah lebih dahulu melakukan pendekatan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008.
Namun, pilihan akhirnya jatuh pada China dengan skema business-to-business (B2B) dan tanpa melibatkan APBN sebagai jaminan pemerintah. Keputusan ini menuai kontroversi dari berbagai pihak, termasuk Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan, yang menilai kereta cepat tidak cocok untuk jarak pendek Jakarta-Bandung.
Bengkaknya Biaya dan Keterlibatan APBN
Janji pembiayaan murni B2B tanpa APBN akhirnya harus berujung pada realitas yang berbeda. Pada akhir 2020, terjadi pembengkakan biaya senilai USD 1,2 miliar yang memaksa pemerintah turun tangan melalui penerbitan Perpres 93/2021. Melalui peraturan ini, APBN akhirnya dialokasikan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) ke KAI untuk menyelamatkan kelangsungan proyek.
Total nilai proyek akhirnya membengkak menjadi USD 7,27 miliar, lebih tinggi dari penawaran awal Jepang sebesar USD 6,2 miliar. Keterlambatan penyelesaian proyek hingga empat tahun dari target awal semakin memperburuk situasi keuangan.
Artikel Terkait
Pemerintah Batasi Izin Smelter Nikel Baru: Fokus ke Produk Akhir untuk Dongkrak Nilai Tambah
Jhon Veter Firdaus Borong 5% Saham PJHB, Ini Nilai Investasinya yang Mencapai Rp9,5 Miliar
Proyek Kilang Pertamina: RFCC Balikpapan Beroperasi & FID Tuban 2025
Redenominasi Rupiah 2025: Pemerintah Tegaskan Rp1.000 Jadi Rp1 Belum Jadi Prioritas