Harga belinya pun patut dicermati: Rp4.888 per saham. Angka ini jauh di bawah harga pasar saat itu. Soal selisih harga yang cukup tajam itu, Amir mengaku perseroan tak bisa berkomentar. "Itu murni kesepakatan antara pembeli dan penjual," tuturnya. SINI, kata dia, sama sekali tidak ikut campur.
Dengan masuknya CUAN, peta kepemilikan SINI berubah. KJP kini jadi pemegang saham terbesar kedua. Porsi saham publik pun menyusut drastis, tinggal 25,04%.
Lantas, siapa pengendalinya saat ini? Posisi itu masih dipegang oleh kelompok pengusaha Happy Hapsoro dengan kepemilikan 55,22%. Rinciannya, Hapsoro pegang 9%, sementara dua perusahaan lain yang dia kendalikan PT Autum Prima Indonesia dan Batubara Development Pte Ltd menguasai 30% dan 16,22%.
Perlu diingat, SINI bukanlah emiten biasa. Perusahaan ini tercatat dalam daftar pemantauan khusus BEI karena kondisi ekuitasnya yang negatif. Tapi anehnya, sepanjang 2025 sahamnya justru melambung tinggi, naik 190% ke level Rp14.500. Sebuah performa yang kontras dengan kondisi fundamentalnya.
Kini, semua mata tertuju pada langkah CUAN selanjutnya. Akankah mereka melanjutkan akuisisi untuk merebut kendali? Waktu yang akan menjawab.
Artikel Terkait
OJK Perketat Pengawasan, Rekening Dana Syariah Indonesia Dibekukan
Konglomerasi Cetak Rekor, IHSG Melesat 22% di 2025
Geliat 15 Bendungan Baru: Dari Way Apu yang Hampir Rampung hingga Riam Kiwa yang Baru Dimulai
Menperin Pacu Industri Nonmigas Tumbuh 5,51% di Tengah Tantangan Impor