Sudah sebulan berlalu, tapi jejak bencana di Sumatera masih terasa. Di Aceh Tamiang, Peureulak, hingga ke Bireuen yang dikenal sebagai kota juang, banyak keluarga masih terpuruk. Mereka yang sehari-harinya mengandalkan warung kecil atau usaha rumahan, kini harus menghadapi kenyataan pahit: rumah sekaligus tempat usaha mereka hancur diterjang banjir dan longsor. Sorotan media mungkin sudah redup, namun di lapangan, kebutuhan untuk bangkit justru semakin mendesak.
Di tengah situasi itu, tim relawan dari PNM kembali menyusuri permukiman warga dan titik-titik pengungsian. Mereka datang bukan sekadar menyalurkan bantuan sembako, tapi juga mendengarkan. Dan di banyak lokasi, mereka bertemu dengan para nasabah PNM Mekaar yang ikut menjadi korban.
"Sebelum bencana, ibu-ibu ini punya usaha kecil untuk menopang keluarga. Sekarang? Peralatan rusak, stok dagangan hilang, dan modal pun tak ada," cerita seorang relawan. Proses pemulihan bagi mereka berjalan lambat, tersendat oleh keterbatasan yang nyaris menyeluruh. Bagi yang hidup dari penghasilan harian, berhenti berdagang berarti langsung menghentikan nadi kehidupan.
Artikel Terkait
PHE Jambi Merang Serahkan 10% Partisipasi ke BUMD Sumsel, Ekonomi Daerah Diharapkan Tergeliat
Amazon Dicoret, OpenAI Masuk: Daftar Pemungut Pajak Digital DJP Berubah
BRI Raih Penghargaan untuk Pemberdayaan Ekonomi Akar Rumput
Saham Emas Rontok, Ikuti Aksi Ambil Untung di Pasar Global