Hak Pulang yang Terkatung: Kisah Pilu Repatriasi Pelaut Indonesia

- Selasa, 23 Desember 2025 | 07:06 WIB
Hak Pulang yang Terkatung: Kisah Pilu Repatriasi Pelaut Indonesia

Di tengah semua ini, peran agen perekrutan kerap menambah kerumitan. Posisinya ambigu. Di satu sisi, mereka mengaku cuma perantara. Tapi di lapangan, pelaut justru sering diarahkan untuk urus repatriasi lewat agen, bukan langsung ke pemilik kapal.

Saat masalah muncul, lempar-melempar tanggung jawab pun dimulai. Agen bilang itu urusan perusahaan. Perusahaan bilang itu kewajiban agen. Dan pelaut? Mereka terjepit di tengah, tanpa tahu harus berpegangan pada siapa. MLC 2006 sudah tegas menyebut tanggung jawab ada di pemilik kapal, tapi praktiknya sering melenceng jauh.

Sebagai negara yang sudah meratifikasi, Indonesia punya kewajiban untuk melindungi. Sayangnya, intervensi pemerintah kerap bersifat reaktif. Baru bergerak kalau kasusnya sudah viral di media atau menjadi sorotan publik.

Mekanisme pengaduan yang ada juga belum ramah. Banyak pelaut bingung harus lapor ke mana. Lebih dari itu, ada ketakutan mendalam: takut dilaporkan justru akan membuat nama mereka masuk ‘daftar hitam’ dan susah dapat kerja lagi. Tanpa perlindungan bagi pelapor, hak untuk pulang tetap akan rapuh.

Pada akhirnya, repatriasi ini bukan cuma soal tiket pesawat atau kapal. Ini soal martabat. Pelaut yang sudah menghabiskan berbulan-bulan mengarungi lautan, berhak pulang ke keluarganya dengan kondisi layak, aman, dan tanpa beban biaya yang memberatkan.

Ketika hak ini dipersulit, industri pelayaran secara tak langsung mengirim pesan keliru: bahwa pelaut bisa diperlakukan layak barang pakai buang. Ini jelas bertentangan dengan semangat MLC 2006 yang menempatkan mereka sebagai pekerja profesional dengan hak yang utuh.

Masalah utamanya bukan pada hukumnya. Aturannya sudah cukup. Persoalannya ada di penegakan yang lemah. Selama negara membiarkan repatriasi jadi urusan negosiasi antara pihak kuat dan pihak lemah, pelanggaran akan terus berulang seperti lingkaran setan.

Diperlukan langkah konkret. Pengawasan ketat atas jaminan finansial, sanksi yang membuat jera bagi pelanggar, kejelasan peran agen, dan sistem pengaduan yang mudah diakses serta aman bagi pelaut. Tanpa itu semua, perjalanan pulang akan selalu diawali dengan ketidakpastian bahkan sebelum kapal mereka merapat ke dermaga.


Halaman:

Komentar