Lilin: Dari Penerang Gelap ke Simbol Ketenteraman, Mengapa Tetap Laris Manis?

- Kamis, 04 Desember 2025 | 10:00 WIB
Lilin: Dari Penerang Gelap ke Simbol Ketenteraman, Mengapa Tetap Laris Manis?

Lalu, Bagaimana Bisa Bertahan?

Menurut teori liberalisme dalam Ekonomi Politik Internasional, globalisasi punya peran besar di sini. Ia mendorong ketergantungan ekonomi dan budaya lewat perdagangan bebas serta kemajuan teknologi. Perspektif liberal melihatnya sebagai pembentuk pasar yang kompetitif dan pendorong perubahan.

Di sisi lain, kemajuan teknologi membuat akses informasi jadi sangat mudah. Beberapa tahun belakangan, hal ini membuat kesadaran masyarakat tentang self-care atau perawatan diri meluas. Orang-orang mulai lebih memerhatikan kesehatan mental dan kualitas lingkungan tempat mereka hidup.

Pergeseran pola pikir ini langsung berdampak pada kebiasaan belanja. Banyak yang kini rela merogoh kocek lebih dalam hanya untuk menata ulang rumah, menciptakan suasana yang nyaman dan menenangkan. Berbagai produk pun diinovasi untuk mendukung tren ini. Dan salah satu bintangnya adalah lilin.

Seperti sudah disinggung, lilin sekarang hadir dalam rupa yang memikat. Tapi yang benar-benar membuatnya spesial adalah aromanya. Inovasi melahirkan lilin aromaterapi dengan beragam pilihan wewangian lavender yang menenangkan, chamomile yang lembut, atau sandalwood yang hangat. Ia menjadi alat sederhana untuk menciptakan ketenangan hanya dengan dicantelkan.

Jadi, begitulah. Dari sekadar bambu berlemak ribuan tahun silam, lilin telah berubah wujud. Ia mungkin tak lagi jadi andalan saat listrik padam, tapi fungsinya justru berkembang jadi lebih personal: simbol perayaan, penghias ruang, dan pemberi ketenangan. Teknologi usang? Mungkin. Tapi kemampuannya beradaptasi dengan zamanlah yang membuatnya tetap abadi.


Halaman:

Komentar