Di sisi lain, dari segi peralatan, mereka menggunakan Pressure Regulator System (PRS) yang dikendalikan oleh Programmable Logic Controller (PLC) dan antarmuka HMI. Sistem canggih ini dirancang untuk mengatur injeksi hidrogen agar lebih stabil dan presisi, sehingga mengurangi risiko dalam prosesnya.
Yang menggembirakan, hasil awal uji coba menunjukkan tanda-tanda positif. Ada indikasi peningkatan efisiensi pembakaran. Bahkan, konsumsi energi total dari campuran gas alam dan hidrogen dilaporkan lebih irit dibandingkan jika hanya menggunakan gas alam murni. Bonus lainnya, emisi karbon monoksida (CO) juga terpantau turun saat cofiring dilakukan.
Uji coba ambisius ini tentu bukan kerja satu pihak. Kolaborasinya melibatkan beberapa pakar. Institut Teknologi Bandung (ITB) berperan sebagai konsultan perencana dan pelaksana. Untuk pengembangan dan pembuatan sistem PRS, PLN menggandeng PDG. Sementara konsultasi teknis dari sisi pabrikan mesin ditangani oleh Wartsila.
Dengan rangkaian pengujian ini, PLN Indonesia Power sedang serius mengevaluasi peran hidrogen. Mereka ingin melihat sejauh mana bahan bakar masa depan ini bisa diandalkan untuk mendukung strategi dekarbonisasi pembangkit listrik di Indonesia. Langkah kecil hari ini, bisa jadi fondasi besar untuk listrik yang lebih bersih besok.
Artikel Terkait
RATU Rebut Pijakan di Blok Madura Strait, Akuisisi 20% Saham HCML Masih Digodok
Emas Perhiasan Pacu Inflasi 27 Bulan Berturut-turut, BPS Ungkap Dampaknya
BRI Kembali Kantongi Predikat Sangat Tepercaya di Tengah Gejolak Global
KB Bank Dukung Puncak Penganugerahan Sastra Indonesia-Korea 2025, Pererat Hubungan Lewat Kata dan Seni