"Prinsipnya, wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik secara profesional dan bertanggung jawab seharusnya mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan kepolisian atau gugatan perdata. Ini bukan bentuk impunitas, melainkan jaminan konstitusional agar pers dapat menjalankan fungsi kontrol sosialnya secara optimal," jelas Albert Aries dalam sidang MK.
Albert mengangkat beberapa contoh kasus perlindungan wartawan, termasuk putusan Mahkamah Agung yang membebaskan beberapa jurnalis karena dianggap menjalankan fungsi jurnalistik yang sah. Namun demikian, ia mengakui bahwa banyak wartawan di daerah masih menghadapi kerentanan terhadap kriminalisasi dan kekerasan saat melaksanakan tugas peliputan.
Pengalaman nyata disampaikan oleh Moh. Adimaja, jurnalis foto yang menjadi saksi dalam sidang ini. Ia menceritakan insiden kekerasan fisik yang dialaminya saat meliput demonstrasi di kawasan Senen, Jakarta. "Saya mengalami pemukulan, intimidasi, dan perampasan kamera saat meliput sesuai prosedur jurnalistik. Sayangnya, perlindungan hukum dari Pasal 8 UU Pers tidak saya rasakan secara nyata," ujarnya.
Kasus-kasus seperti ini menguatkan urgensi perbaikan sistem perlindungan wartawan di Indonesia, baik melalui penegakan hukum yang lebih konsisten maupun penyempurnaan regulasi yang ada.
Artikel Terkait
Islah NU: Muktamar Jadi Jalan Konstitusional Akhiri Ketegangan
IKN Diserbu Ratusan Ribu Pengunjung di Libur Natal, Tahun Baru Diprediksi Lebih Ramai
Gerbong Kereta Ibu Kota Mulai Mengosong, 47 Ribu Warga Berangkat di Hari Pertama Libur Natal
Najib Razak Terjerat Vonis Bersalah Baru, Skandal 1MDB Kembali Menghantam