Pembelajaran akan lebih fleksibel. Jadwal disesuaikan dengan kondisi siswa yang mungkin masih mengungsi atau tinggal di tempat sementara. Jika memungkinkan, akan diterapkan blended learning. Pengelompokan siswa juga akan dilakukan berdasarkan tingkat capaian mereka, bukan lagi sekadar berdasarkan kelas.
“Kemudian sistem asesmen dalam masa transisi, asesmen berbasis portofolio atau unjuk kerja sederhana,” tambah Mu'ti. Remedial akan diberikan secara berkelanjutan, terutama untuk murid yang terdampak berat. Perkembangan sosio-emosional mereka juga akan menjadi perhatian utama dalam penilaian.
Lalu, bagaimana dengan skenario jangka panjang? Untuk pemulihan lanjutan selama 1 hingga 3 tahun, pendekatannya lagi-lagi berbeda. Beberapa sekolah benar-benar hilang dan perlu dibangun dari nol proses yang bisa makan waktu bertahun-tahun.
Pada fase ini, pendidikan kebencanaan akan diintegrasikan secara permanen ke dalam sistem. Tujuannya penguatan kualitas pembelajaran yang inklusif dan berbasis ketahanan. Sebuah sistem monitoring dan evaluasi khusus untuk pendidikan darurat juga akan dijalankan.
“Ini yang terkait dengan pembelajaran yang nanti kita rencanakan dimulai pada tanggal 5 Januari yang akan datang,” pungkasnya. Rencana tersebut diharapkan bisa menjadi panduan agar proses belajar mengajar tetap berjalan, meski di tengah keterbatasan yang ada.
Artikel Terkait
Mural dan Komputer Warnai Transformasi SDN Cibilik Sukabumi
ESDM Bantah Klaim Kerusakan Lingkungan di Proyek Panas Bumi Gunung Slamet
Bunga Telang: Si Biru yang Menyimpan Segudang Khasiat dan Mudah Ditanam di Rumah
Optimisme Industri Menguat Meski Indeks Kepercayaan Desember 2025 Turun