Lalu bagaimana dengan iklim investasi? INDEF menilai berbagai paket kebijakan pemerintah saat ini belum cukup menggoda bagi investor-investor besar. Skema insentif seperti tax holiday atau pengurangan pajak dianggap belum menyentuh kebutuhan pokok mereka.
"Investor ini butuh hal yang lain," tegas Esther.
"Misalnya, infrastrukturnya itu harus relatif ada semua; ada gas, ada listrik, ada air bersih, sehingga mereka bisa bangun pabrik di situ. Kalau sektor pariwisata, harus ada connecting flight dan seterusnya."
Infrastruktur bukan satu-satunya masalah. Pasar tenaga kerja kita juga dalam kondisi yang tidak terlalu sehat. Mayoritas masih berkutat di sektor informal. Penyebabnya klasik: ketidakcocokan skill dengan kebutuhan industri dan tingkat pendidikan yang belum memadai.
Dari sisi pengeluaran pemerintah, Esther memprediksi perlambatan belanja negara masih akan berlanjut hingga 2026. Selain karena tekanan dari pelemahan ekonomi global, ada juga faktor internal. Alokasi anggaran yang begitu besar untuk program-program prioritas tertentu, dikhawatirkan justru memperlambat sektor-sektor lainnya.
"Ini akan juga mengakibatkan perlambatan di sektor-sektor yang lainnya," pungkasnya.
Jadi, proyeksi 5 persen itu bukan angka yang datang tiba-tiba. Ia adalah cermin dari beragam tantangan yang masih mengganjal, mulai dari ketergantungan impor, daya tarik investasi, hingga kualitas tenaga kerja. Sebuah pekerjaan rumah yang masih menumpuk untuk tahun-tahun mendatang.
Artikel Terkait
Polytron Fox R Hijau Ini Habiskan Belasan Juta untuk Modifikasi Estetik
Dua Wamenkeu Blusukan, Pastikan Tutup Buku APBN 2025 dan Pacu Anggaran 2026
China Buka Keran Impor Baterai dan Medis, Tapi Kencangkan Ekspor Perak
MRT Jakarta Siap Mengantar hingga Dini Hari di Malam Tahun Baru