Namun begitu, Solikin bersikap jujur. Likuiditas ratusan triliun rupiah itu rupanya belum cukup kuat jadi stimulus. Belum mampu mendorong penurunan suku bunga kredit secara drastis di pasar yang lebih luas.
Katanya lagi.
Data sepanjang 2025 bicara jelas soal kesenjangan ini. BI Rate sudah dipangkas tajam, 125 basis poin. Tapi transmisinya ke sektor riil berjalan sangat pelan, merangkak. Suku bunga dana merespons cepat karena likuiditas melimpah. Sebaliknya, suku bunga kredit hanya bergerak turun tipis, 24 basis poin saja. Dari 9,20 persen di awal tahun, menjadi 8,96 persen pada November.
Lambatnya penurunan ini, diakui Solikin, jadi tantangan berat. Baik bagi BI maupun untuk upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Berbagai instrumem makroprudensial sudah diaktifkan, likuiditas diperlebar. Tapi rupanya, mendorong bank untuk menurunkan bunga kredit butuh lebih dari sekadar suntikan dana. Butuh sesuatu yang lain.
Artikel Terkait
Kepala BRIN Teguk Langsung Air Minum Hasil Olahan Banjir di Aceh
Menlu RI Desak Kamboja-Thailand Hentikan Konflik di Tengah Pertemuan Darurat ASEAN
BI Optimistis Kredit Tembus 8 Persen, Tapi Permintaan Masih Lesu
Pramono Anung Buka Suara: Bantuan DKI untuk Korban Banjir Sumatera Tak Hanya Sekali