Agus juga memperingatkan bahwa meniru gaya korporasi berisiko mengalihkan fokus dari peningkatan kualitas akademik. Hal ini justru dapat memperkuat praktik transaksional yang sedang disorot publik.
"Kita kan ini selalu mengikuti kata bos kan atau kata pimpinan, nah kalau misalnya pimpinan kita milihnya dengan transaksional, pasti dibawahnya juga pakai transaksi," ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa UI harus netral dan seharusnya dibiayai oleh negara, bukan mencari dana seperti sebuah korporasi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Solusi: Tambah Dana Pendidikan dari Negara
Untuk mencegah praktik komersialisasi dan korporatisasi kampus, Agus Pambagio mendorong pemerintah untuk menambah alokasi dana pendidikan bagi perguruan tinggi.
"Dan yang penting kan memang negara harus nambah dana itu, karena jumlah orang miskin yang diterima di perguruan tinggi, katakanlah UI, bertambah. Nah sementara yang tahap tes mandiri yang bayarnya mahal itu jumlahnya terbatas," pungkasnya.
Pandangan Rektor UI tentang Corporate Culture
Sebelumnya, Rektor UI Heri Hermansyah menyatakan bahwa UI merupakan universitas research and entrepreneur. Menurutnya, seorang dekan harus memiliki kemampuan managerial yang bagus dan spirit entrepreneur untuk meningkatkan pendapatan dan kerjasama di fakultasnya.
"Nah gabungan dua hal inilah bagaimana seorang dekan bisa memiliki karakter dan mampu me-manage fakultasnya. Seperti corporate tapi juga mereka tetap bisa menjaga kualitas akademiknya. Jadi gabungan antara corporate culture dan academic culture," kata Heri.
Artikel Terkait
Pemutihan BPJS Kesehatan 2025: Syarat, Cara Daftar Ulang & Tak Perlu Bayar Tunggakan
Risiko Pernyataan Prabowo Soal Kasus Whoosh: Dinilai Ancam Stabilitas Pemerintahan
Putusan MKD: Ahmad Sahroni Kena Sanksi 6 Bulan, Adies Kadir & Uya Kuya Bebas
Mahfud MD Kritik Sri Mulyani: Dianggap Protektif dalam Kasus TPPU Rp 349 Triliun di Kemenkeu