Jokowi Kembali Singgung Beking “Orang Besar” di Balik Polemik Ijazah

- Minggu, 14 September 2025 | 20:15 WIB
Jokowi Kembali Singgung Beking “Orang Besar” di Balik Polemik Ijazah




MURIANETWORK.COM - Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menanggapi pernyataan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menuding ada sosok besar yang sengaja membuat polemik ijazah berlarut-larut.


Ahmad menilai, dugaan Jokowi tersebut hanyalah asumsi yang bersifat ilusi alias persepsi tanpa adanya bukti yang asli, 


Hal ini dia sampaikan saat menjadi tamu dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi, yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Minggu (14/9/2025).


"Saya kira itu kan asumsi yang sifatnya ilusi begitu, tidak ada faktanya. Mungkin bisa dibenarkan, tapi kita tidak bisa menilai orang lain dengan egoentris kita," kata pengacara yang pernah mendampingi masyarakat penggugat proyek pagar laut di perairan Tangerang itu.


"Kalau kita melakukan ini, maka orang lain juga melakukan hal yang sama," tambahnya.


Selanjutnya, Ahmad memandang bahwa tudingan Jokowi soal orang besar itu adalah repetisi, alias pengulangan saja dari pernyataannya sebelumnya.


"Dan saya ingin tegaskan bahwa tuduhan Saudara Joko Widodo ini kan sebenarnya repetisi." papar Ahmad Khozinudin.


Bahkan, saat ditantang untuk membuktikan tudingannya, Jokowi tidak bisa menjawab.


Oleh karena itu, menurut Ahmad, Jokowi hanya baper politik, yang bisa diartikan, sebagai tokoh politik yang sering (ter)bawa perasaan; berlebihan atau terlalu sensitif dalam menanggapi suatu hal.


"Karena di Juli 2025 yang lalu, Saudara Joko Widodo juga sudah pernah mengungkap ada orang besar," ujar Ahmad.


"Dan saat itu kami tantang, kami challenge, sebut saja namanya [orang di balik agenda besar, red] siapa. Apa SBY, apa Aguan, apa Anthony Salim, dan sampai hari ini tidak ada jawaban terhadap orang besar," tambahnya.


"Pernah ya sempat kemudian meruncing ke arah Partai Demokrat, tetapi kemudian oleh Partai Demokrat diklarifikasi dan akhirnya hilang," sambungnya.


"Kami sempat mengirim somasi kepada saudara Joko Widodo untuk tidak asal sebut, asal ngomong, begitu," tegas Ahmad.


"Dan kami saat itu mengatakan, jangan-jangan Saudara Joko Widodo ini baper politik, karena perasaan politiknya mengatakan ada orang besar," imbuhnya.


Ahmad Khozinudin pun menambahkan bahwa Jokowi tidak hanya baper politik, tetapi juga latah atau mengulang-ulang, yakni mengulang tudingan 'orang besar' pada isu terbaru soal keabsahan ijazah milik Gibran.


"Dan hari ini, Saudara Joko Widodo tidak hanya baper politik, tapi apa? Latah politik," tutur Ahmad.


"Kenapa? Melakukan repetisi, tuduhan terhadap adanya orang yang mem-backing-i, orang besar, di balik perjuangan untuk mengungkap ijazah palsu, dengan menyatakan, 'Oh, sekarang Gibran ada dipersoalkan. Jangan-jangan nanti Jan Etes juga dipersoalkan,'" tambahnya.


Ahmad menjelaskan, polemik ijazah Gibran saat ini patut disorot lantaran dinilai tidak sesuai dengan persyaratan mengajukan diri jadi calon wakil presiden RI, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya Pasal 169 huruf r.


Syarat itu menyebut, calon presiden maupun calon wakil presiden harus memiliki syarat pendidikan minimal SMA/MA/SMK/MAK.


Sementara, Gibran disinyalir tidak memiliki ijazah kelulusan pendidikan menengah atas sebagaimana persyaratan yang dimaksud.


"Saya ingin dudukkan masalahnya demikian ya. Kalau hari ini ada gugatan terhadap Gibran, yang menjadi latar belakang statement saudara Joko Widodo, itu kan berangkat dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 169 huruf R atau syarat ke-18," papar Ahmad.


"Untuk menjadi seorang presiden atau wakil presiden itu kan memang harus berijazah atau berpendidikan SMA, Madrasah Alyiah, SMK, Madrasah Aliyah Kejuruan, ya kan, atau pendidikan yang setara dengan itu," tambahnya.


"Nah, problemnya kan Saudara Gibran ini tidak lulus semuanya," sambungnya.


"Dan kalau yang setara kan di Indonesia diketahui adalah paket C, bukan juga pakai paket C yang digunakan adalah konon dari luar negeri," kata Ahmad.


"Itu yang kemudian dipersoalkan apakah itu dianggap memenuhi syarat sehingga apa saudara Gibran itu bisa menjadi seorang wakil presiden," jelasnya.


Dua Kali Jokowi Singgung Soal Sosok Besar


Sudah dua kali Jokowi bilang soal adanya sosok besar di balik berlarut-larutnya isu ijazah yang mendera dirinya dan kini mengarah ke sang anak.


Pada Senin (14/7/2025) lalu, Jokowi menyebut ada agenda besar politik dari polemik ijazah dan usulan pemakzulan putranya, Gibran Rakabuming Raka dari posisi Wakil Presiden RI.


Menurutnya, agenda besar itu bertujuan untuk menjatuhkan reputasinya.


"Ini perasaan politik saya mengatakan, ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik, untuk men-downgrade," kata Jokowi kepada awak media di kediamannya di Solo, Jawa Tengah.


Saat itu, dugaan Jokowi soal agenda besar ini sudah dibantah oleh Roy Suryo dan Partai Demokrat yang ikut terseret karena ada istilah 'Partai Biru' yang disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Peradi Bersatu, Ade Darmawan.


Namun, tudingan agenda atau sosok besar di balik polemik ijazah dan pemakzulan Gibran ini sudah sama-sama dibantah oleh Roy Suryo maupun Partai Demokrat.


Terbaru, pada Jumat (12/9/2025), Jokowi lagi-lagi menyinggung soal 'orang besar' yang berada di balik polemik ijazah dirinya dan putranya, Gibran Rakabuming Raka.


Menurutnya, isu tersebut telah bergulir sejak empat tahun lalu dan tidak mungkin bertahan lama tanpa sokongan dari aktor besar.


“Ya ini kan tidak hanya sehari, dua hari. Empat tahun yang lalu. Kalau nafasnya panjang, kalau nggak ada yang mem-backup, nggak mungkin. Gampang-gampangan aja,” ujar Jokowi saat ditemui wartawan, menanggapi gugatan terhadap Gibran yang dilayangkan Subhan Palal.


3 Isu Besar Terpa Jokowi setelah Lengser


Setelah tak lagi menjabat sebagai Presiden RI, Jokowi kini diterpa sejumlah cobaan besar.


Yakni, polemik ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) miliknya yang dituding palsu dan wacana pemakzulan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dari kursi Wakil Presiden RI.


Bahkan, Jokowi sampai mengambil langkah hukum terkait tudingan ijazah palsu tersebut dengan melapor ke Polda Metro Jaya.


Sementara, surat tuntutan agar pemakzulan Gibran segera diproses, sudah dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI ke DPR RI dan MPR RI.


Terkini, keabsahan ijazah milik Gibran turut dipertanyakan.


Adapun ijazah Gibran Rakabuming Raka menuai polemik setelah dia bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat secara perdata oleh seorang warga sipil bernama Subhan Palal, S.H., M.H di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).


Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst dan disidangkan perdana pada Senin (8/9/2025).


Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, menyampaikan bahwa dalam petitumnya, penggugat meminta majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.


Salah satu poin utama dalam petitum itu adalah meminta agar pengadilan menyatakan Gibran tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029.


“Menyatakan tergugat I (Gibran) tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029,” kata Sunoto kepada awak media, Rabu (3/9/2025).


Subhan juga menuntut agar Gibran dan KPU membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp125,01 triliun kepada dirinya dan seluruh warga negara Indonesia.


Selain itu, ia meminta pengadilan menghukum para tergugat membayar uang paksa sebesar Rp100 juta per hari apabila lalai melaksanakan putusan.


Subhan menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA putra sulung Jokowi itu dinilai tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran cawapres karena tidak pernah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.


"Hal itu melanggar Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf (r) jo Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 13 huruf (r). Yang mengamanatkan syarat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Riwayat pendidikan harus tamat minimal SMA atau sederajat," tulis Subhan dalam dokumen isi gugatan yang dibawanya.


Sumber: Tribun

Komentar