“Jangan sampai orang tua menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya pada gawai. Itu salah besar,” katanya.
“Harus ada pembatasan screen time, kontrol ketat terhadap konten yang diakses. Tapi yang paling penting sebenarnya adalah dialog. Percakapan terbuka antara orang tua dan anak, agar si anak paham betul: mana yang boleh ditiru, mana yang sama sekali tidak boleh.”
Ia berharap kasus pilu ini bisa jadi momentum untuk evaluasi bersama. “Pencegahan kejadian serupa tidak cukup cuma mengandalkan penindakan hukum,” sambung Singgih.
“Kita harus membangun kembali ketahanan keluarga, menanamkan pendidikan akhlak, dan melakukan pengawasan yang serius terhadap konten digital yang beredar.”
Sebelumnya, polisi telah mengungkap motif di balik tindakan mengerikan itu. Bocah berinisial AI (12), pelajar kelas VI SD di Medan, diduga melakukan pembunuhan terhadap ibu kandungnya, F (42), karena terobsesi pada game online dan serial anime.
“Obsesi pelaku muncul setelah melihat game ‘Murder Mystery’ pada season ‘Kills Others’ yang menggunakan pisau. Makanya, korban pada saat itu juga menggunakan pisau dalam melakukan tindak pidananya,” jelas Kapolrestabes Medan, Kombes Jean Calvijn Simanjuntak, dalam konferensi pers Senin (29/12/2025).
“Pelaku juga menonton serial anime DC yang menampilkan adegan pembunuhan menggunakan pisau.”
Artikel Terkait
Kapolda Metro Jaya: Keamanan Jakarta adalah Hasil Gotong Royong, Bukan Hanya Tugas Polisi
Jaksa Agung Copot Kajari Bekasi Usai Rumahnya Disegel KPK
Laporan Gratifikasi ke KPK Tembus 5.020 Kasus, Nilainya Rp 16,4 Miliar
Anggaran Bencana Sumatera Tersedia, Koordinasi BNPB dan Kemenkeu Dinilai Harus Lebih Gesit