Di sisi lain, KPK juga tak tinggal diam soal keamanan proses hukum. Rakhmad menyebut, koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi dan Polda Sumsel telah dilakukan. Tujuannya jelas: untuk memastikan dukungan pengamanan dan pengawalan selama sidang berlangsung.
Gelombang penanganan kasus ini sebenarnya sudah dimulai sejak Maret lalu. Kala itu, KPK melakukan operasi tangkap tangan yang menjerat enam orang lebih dulu. Mereka kini masih menjalani persidangan. Keenamnya adalah mantan Kadis PUPR OKU Nopriansyah, serta tiga anggota dewan: Umi Hartati, Fahrudin, dan Ferlan Juliansyah.
Menurut penelusuran, awal mula kasus ini sederhana saja: soal janji fee yang belum juga cair. Menjelang Lebaran, tiga anggota DPRD OKU itu menagih komitmen fee proyek kepada Nopriansyah. Sang kepala dinas sebelumnya berjanji uang itu akan diberikan sebelum Hari Raya.
Ceritanya pun berlanjut. Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah disebut menerima Rp 2,2 miliar dari seorang pengusaha bernama Fauzi. Sebelumnya, ada juga penerimaan Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang segunung itu diduga akan dibagikan ke para anggota dewan. Namun, rencana itu urung. Dua hari kemudian, KPK bergerak cepat. Operasi tangkap tangan pun digelar, mengamankan uang tunai Rp 2,6 miliar dan sebuah mobil Fortuner.
Dari penyelidikan itu, kemudian muncul empat nama baru. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Kamis, 20 November lalu. Selain Parwanto dan Robi Vitergo dari DPRD, ada dua pengusaha: Ahmat Thoha dan Mendra SB. Dengan demikian, total tersangka dalam kasuistik proyek di OKU ini kini mencapai sepuluh orang. Perjalanan sidang mereka tentu akan menjadi sorotan berikutnya.
Artikel Terkait
Dari Karst Tersembunyi ke Desa Sejahtera: Kisah Transformasi Rammang-Rammang
Sertifikat Tiba, Warga Jember Akhirnya Punya Kepastian di Atas Tanah Sendiri
Hujan Tak Halangi Ribuan Warga Jember Berdoa Bersama Sambut HUT
Pramono Anung Gerakkan BUMD Serap Panen Petani Terdampak Bencana