Di tengah gemerlap acara penghargaan, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto justru menyelipkan peringatan yang cukup tajam. Inovasi di daerah, menurutnya, jangan sampai cuma jadi gimmick atau sekadar cara untuk mengoleksi piala. Intinya sederhana: sebuah terobosan harus benar-benar menjawab persoalan yang dirasakan warga, bukan hanya memuaskan ego pejabat.
Pernyataan itu disampaikannya dalam Lamongan Award 2025, yang digelar di Pendopo Lokatantra Lamongan awal Desember lalu. Bima menekankan, nilai sebuah inovasi terletak pada solusi konkrit yang diberikannya. Tanpa itu, semua usaha hanya akan jadi kegiatan yang hambar dan tak bermakna.
"Jadi semuanya itu risetnya serius," tegas Bima dalam keterangan tertulisnya.
"Kalau risetnya hanya copy paste saja dari internet, ya buat apa? Harus ada hitung-hitungan angkanya. Kemudian inovasi ini juga harus ada dukungan pendanaan. Inovasi ini juga harus membangun kolaborasi dengan semua stakeholders," lanjutnya.
Menurut Bima, inovasi yang efektif tak cuma menyelesaikan masalah. Lebih dari itu, ia harus memberi nilai tambah yang nyata dan terintegrasi dalam sistem pemerintahan. Di sini, basis riset yang kuat menjadi kunci utama agar dampaknya bisa langsung dirasakan masyarakat.
Di sisi lain, Bima juga menyoroti soal keberlanjutan. Ia mencontohkan tradisi di negara maju, seperti yang ia pelajari di Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura. Di sana, setiap menteri baru yang dilantik langsung mengadakan pertemuan khusus dengan staf dan pendahulunya.
"Saya tanya, untuk apa?" ujar Bima.
"Untuk memastikan semua program-program berlanjut. Untuk memastikan semua inovasi berlanjut," paparnya.
Artikel Terkait
PMI Kirim Darah dan Logistik via Udara-Laut untuk Korban Bencana Sumatera
Morowali di Titik Balik: Kemelimpahan Nikel dan Tantangan Keadilan Sosial
Di Balik Angka 1,6 Juta Hektare: Zulhas dan Legalitas bagi Rakyat Riau
PAN Dukung Wacana Koalisi Permanen, Asal Ada Payung Hukumnya