Pentingnya Kritik Internal untuk Menjaga Marwah Pesantren
Komunitas pesantren perlu bersikap tegas dalam melakukan kritik internal. Mengapa? Karena ketika suatu masalah telah menjadi perbincangan publik, semua orang akan memberikan tanggapan—dari yang paling santun hingga yang paling keras—dan kita tidak dapat mengendalikan komentar-komentar tersebut.
Dampaknya, seluruh elemen di lingkungan pesantren, termasuk para kiai yang bersih dan lurus, akan turut merasakan imbas negatifnya.
Dampak Kontroversi Oknum terhadap Citra Pesantren
Fenomena seorang muballigh asal Kediri yang berasal dari kalangan pesantren dan keturunan kiai, kini menjadi pembicaraan luas di masyarakat. Kasus ini tidak hanya dibahas di kalangan internal pesantren, tetapi telah menjadi konsumsi publik.
Akibatnya, citra pesantren di mata masyarakat sering kali disamakan dengan tindakan oknum tersebut. Padahal, perbuatan oknum tidak mewakili nilai-nilai pesantren secara keseluruhan. Namun, begitulah cara memori kolektif masyarakat bekerja.
Ibarat kain putih yang terkena noda, perbedaan akan terlihat sangat jelas. Dalam konteks ini, pesantren diibaratkan sebagai kain putih yang mudah ternoda oleh tindakan segelintir orang.
Belajar Menyalahkan Pelaku, Bukan Publik
Alih-alih terus menyalahkan publik yang mungkin keliru dalam menilai pesantren, sudah saatnya kita menyoroti perilaku oknum tokoh pesantren yang menyebabkan kesalahpahaman tersebut. Inilah bentuk tanggung jawab moral yang perlu dikedepankan.
Artikel Terkait
Serangan Udara Kolombia Tewaskan 19 Anggota EMC: Pecahan FARC yang Menolak Damai
Kriminalisasi Akademisi & Aktivis: Suara Kritis Penegakan Hukum di Indonesia
Rismon Sianipar Tantang Ahli IT Polri Debat Ijazah Jokowi, Ini Katanya
Komisi Reformasi Polri Prabowo Dikritik: Kapolri Listyo Sigit Dianggap Hambat Perubahan