Fendi juga mengingatkan agar perbedaan pandangan tentang status kepahlawanan tidak menimbulkan dendam lintas generasi. Jika penolakan demi penolakan terus diwariskan, bangsa ini akan terjebak pada siklus dendam yang tidak produktif. Padahal, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai perdamaian dan gotong royong.
Dia menegaskan bahwa tidak ada partai politik di Indonesia yang menjadikan dendam sejarah sebagai ideologi perjuangan. Politik pada hakikatnya adalah instrumen untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan memperkuat persaudaraan kebangsaan, bukan memperpanjang luka masa lalu.
Pentingnya Keteladanan Pemimpin
Fendi Hidayat menekankan pentingnya keteladanan para pemimpin bangsa dalam mengelola perbedaan pandangan. Tidak ada bangsa yang maju tanpa berdamai dengan sejarahnya sendiri. Kita bisa tidak sepakat terhadap tokoh tertentu, tapi jangan sampai perbedaan itu menghapus nilai-nilai kebangsaan yang telah dibangun bersama.
Dia lantas mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjadikan sejarah sebagai pelajaran, bukan beban. Mari kita jadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan alasan untuk membenci. Baik Soekarno maupun Soeharto adalah dua sisi mata uang yang sama, keduanya berkontribusi membentuk Indonesia seperti sekarang.
Menatap Masa Depan dengan Rekonsiliasi
Fendi menegaskan bangsa ini akan menjadi besar hanya jika mampu menatap masa depan dengan hati yang bersih, akal yang jernih, dan semangat rekonsiliasi yang tulus. Kita tidak harus melupakan masa lalu, tetapi kita wajib melampauinya demi Indonesia yang damai, bersatu, dan berdaulat.
Artikel Terkait
Kecelakaan Rafting Sungai Cimanuk Indramayu: 2 Mahasiswa Polindra Hilang, Kronologi & Pencarian
Kengerian Gaza 2 Tahun: 68.000 Tewas, 92% Bangunan Hancur, dan Mimpi Mustahil Membangun Kembali
Ledakan SMA 72 Jakarta: Polisi dan Warga Perbaiki Masjid yang Rusak
Pejalan Kaki Tewas Ditabrak Lari di Jalan Ermasu Merauke, Polisi Buru Pelaku