Beberapa bulan berikutnya, permintaan fee mulai disampaikan melalui Kepala Dinas PUPR PKPP Riau M. Arief Setiawan. KPK mengungkap pertemuan rahasia di sebuah kafe Pekanbaru pada Mei 2025 yang membahas kesanggupan pemberian fee 2,5% dari penambahan anggaran.
Anggaran Dinas PUPR PKPP Riau mengalami kenaikan signifikan dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar, atau tambahan Rp 106 miliar. Arief sebagai perwakilan gubernur kemudian meminta kenaikan fee menjadi 5% atau setara Rp 7 miliar.
Realisasi Pembayaran dan OTT KPK
KPK mencatat tiga kali realisasi pembayaran dengan total Rp 4,05 miliar yang telah disetor kepada Abdul Wahid. Operasi tangkap tangan pada 3 November 2025 mengamankan uang senilai Rp 1,6 miliar dalam berbagai mata uang.
Selain Abdul Wahid, tersangka dalam kasus ini termasuk M. Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M. Nursalam. Ketiganya dijerat dengan Pasal 12e dan/atau 12f dan/atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
Kasus pemerasan yang dikenal sebagai 'jatah preman' di lingkungan Pemprov Riau ini menjadi sorotan publik terhadap praktik korupsi sistemik di pemerintahan daerah.
Artikel Terkait
Wajah Kelam Sawit Ilegal: 9 Juta Hektare Tanpa Pajak dan Jejak Hantu
Virgoun Geram, Tolak Dikaitkan dengan Setiap Masalah Inara Rusli
Antara Janji dan Realita: Refleksi Akhir Tahun yang Tak Sampai ke Warga
UMP Sulut 2026 Tembus Rp 4 Juta, Gubernur Yulius Tetapkan Kenaikan Rp 227 Ribu