Strategi China vs AS: Filosofi Sun Tzu vs Clausewitz dalam Perang Teknologi
Ditulis oleh: Radhar Tribaskoro
Sejak tahun 2018, Amerika Serikat mengubah medan pertempuran geopolitiknya. Bukan melalui laut atau pelabuhan, melainkan melalui teknologi. Huawei ditetapkan sebagai simbol ancaman, mengubah ponsel menjadi medan geopolitik dan chip semikonduktor menjadi arena perebutan kekuasaan global.
Perang ini bukan konflik bersenjata konvensional. Di bawah kepemimpinan Trump, AS menaikkan tarif impor, menekan rantai pasok global, dan memaksa negara-negara memilih antara Washington atau Beijing. China dituding sebagai pencuri teknologi dan penyabot pasar bebas.
Dua Filosofi Bertolak Belakang: Serangan Langsung vs Strategi Tidak Langsung
Dalam logika Clausewitz, respons terhadap serangan harus jelas dan langsung. Namun China mengadopsi filosofi Sun Tzu: "Biarkan musuh menyerang udara." Alih-alih membalas dengan cara yang sama, China memutar jalan.
Ketika AS menghentikan ekspor kedelai, China beralih ke Brasil sebagai pemasok baru. Saat Huawei dikeluarkan dari Android, China mengembangkan sistem operasi HarmonyOS sendiri. Ketika chip 5nm diblokir, China berinvestasi dalam riset RISC-V dan membangun konsorsium chip nasional.
Kemandirian Teknologi China: Efek Samping Positif dari Sanksi Barat
Sanksi teknologi Barat justru memicu percepatan kemandirian teknologi China. Huawei tidak hanya bertahan tetapi kembali dengan chip 7nm produksi domestik. Strategi ini mencerminkan ajaran Sun Tzu: "Yang paling lembut mengalahkan yang paling keras."
Artikel Terkait
Sukses TKA 2025: 1,9 Juta Peserta, Soal Menantang, dan Persiapan Sekolah
Prabowo Tegaskan Tanggung Jawab Utang Kereta Cepat Whoosh: Saya yang Tanggung
Gubernur Riau Abdul Wahid Resmi Ditahan KPK: Ini Peran Krusial Dani Nursalam dan Aliran Uang
River Tubing di Kendal Berujung Tragis, 3 Mahasiswa UIN Walisongo Tewas dan 3 Masih Dicari